Sabtu, 6 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Mei 2012 08:44 wib
8.994 views
Ustadz Abu Rusydan: Thaghut dan Jihad Masalah Agama yang Dilupakan
BANDUNG (voa-islam.com) - "Saya tidak mengatakan di Indonesia tidak ada ulama rabbani. Namun umat tidak pernah merasakan kehadiran mereka." Pernyataan itu disampaikan ustadz Abu Rusydan dalam penyampaian materi bedah buku Potret Ulama, di masjid Al-Ikhsan Darul Hikam, Jl. H. Juanda, Bandung, 6 Mei 2012.
Abu Rusydan menambahkan, ketidakhadiran tersebut justru di saat-saat kritis di mana umat membutuhkan mereka. Ia mencontohkan dua hal, yaitu masalah thaghut dan jihad fi sabilillah.
"Ustadz Abu Bakar Baasyir dalam kata sambutan buku Ya, Mereka Memang Thaghut menganggap penguasa Indonesia sejak zaman Soekarno hingga sekarang adalah thaghut. Sayangnya, lanjut Abu Rusydan, tidak ada ulama Rabbani yang menjelaskan kepada kita apa itu taghut? Yang ada justru celaan terhadap statemen ustadz Abu Bakar itu," terang ustadz asal Kudus tersebut.
Masalah kedua, adalah jihad fi sabilillah. Ketika sekelompok anak muda melakukan aksi yang mereka yakini sebagai jihad fi sabilillah, lagi-lagi yang muncul adalah kecaman. "Tidak ada ulama Rabbani yang mampu menjelaskan apa dan bagaimana jihad fi sabilillah itu," papar Abu Rusydan. Padahal, dua hal tadi, menurutnya merupakan masa'il ad-diniyyah ats-tsabitah al-maghfulah (masalah agama yang sudah baku namun dilupakan). Semua sibuk di masalah-masalah fikih kontemporer, seperti hukum rokok dan sebagainya," jelasnya.
Padahal, menurut Abu Rusydan, pemahaman tentang apa itu taghut sangat penting karena berkaitan dengan tauhid. "Sementara keimanan seseorang tidak akan sempurna tanpa tauhid yang benar," ungkapnya.
Kemudian tampil sebagai pembicara kedua, KH. Athian Ali. Ulama Bandung ini menyentil soal label ulama penjilat, ulama suu'. "Sebut saja penjilat atau orang jahat, jangan pakai embel-embel ulama," tegasnya. Pimpinan FUUI (Forum Ulama Umat Indonesia) ini mengaku sering mendapat aduan tentang sosol yang disebut ulama. "Saya katakan, yang keliru itu anda, mengapa menyebutnya sebagai ulama," Tandasnya.
Ia juga menceritakan contoh buruk seorang ulama, tepatnya ketika FUUI menggelar musyawarah Syiah 26 Maret lalu. Saat itu ada dua pejabat daerah yang diundang. "Tiba-tiba, di depan saya ada seorang yang kondang sebagai ulama menghampiri pejabat tadi; pak, kami proyek begini-begitu, kapan ditengok? Sampai sehina itu mengemis kepada pejabat," tukas KH Athian Ali prihatin.
Acara dihadiri sekitar 600 hadirin. Saat sesi tanya jawab, seorang muslimah melalui tulisan di kertas menanyakan status ulama yang menentukan tarif saat diundang. Dengan tegas, Ust. Abu Rusydan menjawab, "Kalau pasang tarif, jelas mereka menjual agama untuk keperluan dunianya."
Jelang kumandang azan shalat Zuhur, hujan lebat pun turun. Acara diakhiri dengan pembagian doorprice bagi peserta yang menjawab dengan benar pertanyaan moderator seputar isi kajian tersebut. [Safril Akrul]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!