Kamis, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Desember 2011 08:08 wib
8.366 views
Dicekoki Program Deradikalisasi di UI Depok, Mahasiswa Cuma Manggut-manggut
Jakarta (voa-Islam) – Pada hari pertama “Peace Building 2011 Terror Around Us: Indahnya Kehidupan Tanpa Kekerasan” di Kampus UI Depok, menggelar diskusi bertajuk “Mencari Format Perlakuan Narapidana Terorisme”. Acara yang dimulai sejak pukul 10.00 hingga 12.00 WIB, bertempat di Soelaiman Soemardi Multimedia Center, Gedung C FISIP UI. Nampak mahasiswa manggut-manggut, 'tersihir' oleh brandwashing dari para narasumber yang didatangkan dari BNPT.
“Peace Building 2011 Terror Around Us: Indahnya Kehidupan Tanpa Kekerasan” adalah sebuah rangkaian kegiatan program deradikalisasi yang diselenggarakan atas kerjasama Departemen Kriminologi FISIP UI, Himpunan Mahasiswa Kriminologi UI dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Selama sepekan, kegiatan ini akan diisi dengan beberapa rangkaian acara, mulai dari diskusi, jumpa tokoh, talk show, music, pameran poster, hingga simulasi penyergapan Densus 88 terhadap aksi terorisme.
Selasa (20/12) lalu, narasumber yang dihadirkan adalah Kombes Petrus Golose (BNPT), Ma’mun Bc IP, SH, MH (Direktur Bina Keamanan & Ketertiban Direktorat Jenderal Pemasyarakatan), Agus Nahrowi (Program Manager Search for Common Ground), dan Dr. Arthur Josias Simon (Kriminologi UI).
Agus Nahrowi dari Program Manager Search for Common Ground (SFCG) Indonesia mengungkapkan, deradikalisasi adalah segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal dan pro kekerasan (Reinhard Golose).
Upaya-upaya deradikalisasi yang telah dilakukan oleh pemerintah, ormas dan LSM adalah Direct Program dengan target (teroris), Indirect program dengan target selain teroris (misalnya, lembaga pendidikan, media, masyarakat umum dsb).
Dari program-program deradikalisasi yang telah dijalankan adalah mengungkap jaringan dan sel-sel kelompok radikal dan teroris, adanya dukungan dan bantuan dari para eks teroris dalam menangkap para DPO teroris, dan adanya perhatian terhadap keluarga teroris.
Menurut kacamata dan analisa Agus Nahrowi, ada tiga kemungkinan para eks napi teroris setelah bebas dari Lapas (Lembaga Pemasyarakatan). Ada yang bertobat dan menjauhkan diri dari gerakan terorisme dan kelompok-kelompok pro kekerasan. Ada pula yang masih wait and see terhadap keadaan yang ada, dan siap kembali ke medan laga jika saatnya tiba. Kemungkinan lain adalah terus aktif melakukan gerakan bawah tanah dan terus menyusun kekuatan, dan melakukan ekspansi gerakan.
Label Teroris
Dalam penelitiannnya, Agus yang mengaku telah menemui beberapa napi teroris di beberapa Lembaga Pemasyarakatan (LP), baik yang berada di Jakarta, Solo dan Semarang, menemukan jawaban terkait labelisasi sebagai teroris. Terpidana Abdullah Sunata yang ditemuinya, misalnya, mengatakan, label teroris merupakan pembunuhan karakter yang menyulitkan dirinya ketika kembali ke masyarakat.
Lebih lanjut, Abdullah Sunata, seperti dikutip Agus Nahrowi, dunia di luar Lapas adalah “penjara” dalam lingkup yang lebih luas, yang memiliki tantangan dan cobaan yang lebih berat disbanding kehidupan di dalam Lapas. Kehidupan di penjara adalah medium bagi mereka untuk bisa intropeksi diriuntuk menyiapkan diri berjihad yang lebih besar. Ia tidak menyesal pernah dipenjara.
Adapun napi teroris yang dijumpai di LP Semarang, ada yang mengatakan,”Kami keberatan jika ada kampanye yang mendeskreditkan kami di masyarakat, misalnya, bekerjasama dengan eks napi teroris adalah tidak tepat dan bahaya. Kami sangat membutuhkan ruang dan kesempatan untuk berinteraksi dan hidup di tengah masyarakat sebagai warga negara lainnya.”
Napi lain mengaku akan hijrah ke lingkungan baru untuk memulai kehidupan dari Nol. Ada pula yang mengatakan, ia akan menghindari perbincangan yang bisa mengasosiasikan dirinya dengan kelompok-kelompok teroris yang ada.
Dari perbincangan dengan para napi kasus teroris, Agus menjelaskan, peran yang bisa dilakukan untuk memuluskan program deradikalisasi, diantaranya: memanusiakan eks napi teroris dengan memberi perlakukan yang sama sebagaimana wrga lainnya. Kemudian, bersama-sama menyebarkan kampanye, bahwa paham jihad dengan melibatkan kekerasan adalah menyesatkan.
Selanjutnya, mendorong aparat keamanan dan pemerintah untuk bertindak tegas terhadap semua pelaku kekerasan di masyarakat. Bekerjasama secara sinergis dengan berbagai pihak (BNPT, Kepolisian/Densus 88, LP, Asosiasi Korban Bom, ormas, LSM dan sebagainya. Serta meningkatkan dukungan ulama, ormas-ormas Islam dalam kampanye melawan terorisme.
Sebagai peneliti, Agus merekomendasikan, perlunya dukungan dan kerjasama semua pihak, masyarakat sipil, pemerintah, dan civitas akademika, baik di kampus, sekolah dan masjid untuk meningkatkan kewaspadaan atas berkembangnya paham radikal-ekstrimis.
Para mahasiswa yang mendengar uraian dari narasumber, terlihat angguk-angguk, tercekoki dengan program deradikalisasi yang acapkali tidak berimbang menghadirkan narasumber. Mengingat narasumber yang dihadirkan merupakan agenda tersendiri yang sudah merupakan satu paket dari pihak BNPT. Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!