Rabu, 6 Jumadil Awwal 1446 H / 1 Juni 2011 08:52 wib
8.041 views
Mantan KSAL: Jangan Tunda Perubahan Rezim Agar Bangsa Lebih Baik
JAKARTA (voa-islam.com) – Indonesia kaya akan sumber daya alam, tapi rakyatnya miskin. Kekayaan alamnya dicuri dan pajak negara digelapkan. Agar terjadi perubahan bangsa yang lebih baik, jangan menunda perubahan rezim.
Pernyataan itu terungkap dalam seminar bertajuk “Revitalisasi Indonesia Menuju Pemerintahan Bersih, Mandiri dan Profesional” yang diselenggarakan Pusat Kajian Strategi Politik dan Pemerintahan (PKSPP) di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta, Selasa (31/5/2011).
Menurut mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, persoalan yang melanda bangsa Indonesia sekarang ini bukan kemarin sore tetapi sudah sejak zaman kemerdekaan. Negeri ini ada yang aneh, maritim sebagai sumber kekayaan bangsa tetapi rakyatnya miskin.
”Agar terjadi perubahan bangsa yang lebih baik, jangan menunda perubahan rezim dan kita mengambil aksi itu,” kata Slamet yang juga Ketua Majelis Kebangsaan Panji Nusantara itu.
Menurut Slamet, jika para pemimpin bangsa Indonesia dalam kebijakannya lebih berorientasi ke maritim, tidak akan terjadi kemiskinan. ”Tuhan telah memberikan kekayaan Indonesia di laut, dan itu harus dimaksimalkan agar terjadi kesejahteraan bagi rakyat,” ungkapnya.
Kekayaan yang diberikan Tuhan itu, kata Slamet justru disalahgunakan dengan adanya pencurian ikan yang nilainya bisa mencapai triliunan rupiah. ”Negara Indonesia dirugikan pencurian ikan yang nilainya mencapai triliunan rupiah,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya, keterpurukan bangsa Indonesia karena kaum elit lebih memilih demokrasi dan mengabaikan musyawarah mufakat. ”Para elit lebih suka demokrasi bukan musyawarah mufakat yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Boediono Terlibat Mafia Pajak Lebih Besar dari Kasus Gayus
Narasumber lainnya, Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Sasmito Hadinagoro mengungkap skandal Boediono sebelum menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Menurutnya, saat menjadi Menteri Keuangan, Boediono menghapus pajak Bank Mandiri senilai Rp 2,2 triliunan. “Kejahatan pajak senilai Rp 2,2 triliunan juga menyeret Mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo,” ungkapnya.
Lanjut Sasmito, kedua pejabat yang mempunyai kewenangan dalam mengurusi Bank Mandiri itu telah melakukan kebijakan kriminal melalui rekayasa sistemik sehingga dapat menghapus pajak Bank Mandiri. “Saya kira dengan kebijakan kedua pejabat itu negara dirugikan pemberian restitusi pajak senilai Rp 363 miliar terhadap Bank Mandiri,” jelas Sasmito.
Sasmito memaparkan, Boediono dan Hadi Purnomo membuat kebijakan yang seolah-olah dapat dibenarkan secara hukum. “Padahal yang terjadi kecerobohan-kecerobohan yang diduga dilakukan dengan sengaja, sehingga membobol keuangan negara,” ujarnya.
Lanjutnya, kasus yang dilakukan kedua pejabat itu lepas dari media dan hukum, padahal lebih besar dari yang dilakukan Gayus Tambunan.
“Gayus melakukan itu karena melihat bos-bosnya di Ditjen Pajak dan Departemen Keuangan berbuat kejahatan (white color crime) yang jauh lebih besar,” pungkasnya. [taz/itoday]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!