Jum'at, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Februari 2011 08:34 wib
6.372 views
TPM: Surat Dakwaan JPU Mirip Novel Roman Picisan
Jakarta (voa-Islam) - Setelah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menyampaikan eksepsinya dalam persidangannya yang ketiga di PN Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2011), Tim advokat Ustadz Abu Bakar Ba’asyir melanjutkannya dengan pembacaan Nota Keberatan atas nama terdakwa yang diberi judul “Déjà vu Persidangan dengan Tuduhan Klasik”.
Tim Penasihat Hukum menilai surat dakwan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diungkap pada persidangan sebelumnya (14 Februari 2011), lebih mirip novel roman picisan yang bertujuan untuk membangun opini agar publik mengira bahwa Islam adalah sumber masalah. Ada upaya untuk mengkriminalisasi dan terorisasi terhadap gagasan Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) ini.
Terdapat 29 penasihat hukum yang menjadi tim advokat Ustadz Abu. Mereka diantaranya: Achmad Michdan, Mohammad Mahendradatta, Mohamad Assegaf, M. Luthfie Hakim, Munaman, Akhmad Kholid, Made Rahman Marabessy, Wirawan Adnan, Rita Suherman dan sebagainya.
Nota keberatan setebal 33 halaman tersebut, terdiri dari empat Bab, meliputi: Bab I (Pendahuluan), Bab II (Tentang Surat Dakwaan), Bab III (Dakwaan Batal Demi Hukum), Bab IV (Penutup). Pada Bab I, Tim advokat mematahkan dengan argumentasi tentang kelemahan dan ketidak-akuratan surat dakwaan Jaksa Penuntur Umum (JPU). Termasuk mempersoalkan locus delicti (kewenangan mengadili), keganjilan dan kesalahan fatal JPU dalam mengurai peraturan perundangan yang tidak memenuhi kualifikasi.
Dalam nota keberatan itu, Tim Advokat Ustaz Abu Bakar Ba’asyir juga mengurai tiga episode kedzaliman yang ditimpakan kepada Ustadz Abu – baca selengkapnya: Makar “Setan AS pada Ustadz Abu Bakar Ba’asyir”, sejak era Megawati hingga SBY.
Di persidangan, Tim Advokat Ustadz Abu Bakar Ba’asyir merasa perlu dan beralasan untuk menyampaikan nota keberatan atas dakwaan JPU dalam persidangan sebelumnya, yang dinilai fiktif dan manipulatif. Tim Advokat menyebut perkara ini suatu déjà vu (berulangnya suatu kejadian).
Jadi Kambing Hitam
Menurut Tim Advokasi, terdakwa Ustadz Abu Bakar Ba’asyir telah berkali-kali didudukkan di persidangan dengan tuduhan yang secara substansial sama, yaitu tuduhan bahwa terdakwa terlibat dalam serangkaian kegiatan atau aksi terorisme di Indonesia. Persidangan ini adalah pengadilan untuk yang ketiga kalinya bagi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan tuduhan serupa, tetapi tidak persis sama.
Ustadz Abu yang saat ini duduk di kursi terdakwa bukanlah yang pertama, karena kasusnya sudah sejak delapan tahun yang lalu menjadi perhatian masyarakat, tepatnya sejak tanggal 28 Oktober 2002. Ketika itulah, untuk pertama kalinya satuan kepolisian membawa secara paksa Ustadz Abu yang saat itu sedang sakit, terbaring lemah tak berdaya di Rumah Sakit Muhammadiyah di Surakarta.
Ketika itu, terdakwa, dalam keadaan sakit, dipaksa untuk menempuh perjalanan darat lebih dari 500 km, dengan tidak mempedulikan segala hak hukum, hak asasi, tata karma, apalagi kenyamanan standar bagi orang tua yang sedang sakit.
..Dalam keadaan sakit, Ustadz Abu dipaksa untuk menempuh perjalanan darat lebih dari 500 km, dengan tidak mempedulikan segala hak hukum, hak asasi, tata karma, apalagi kenyamanan standar bagi orang tua yang sedang sakit...
Upaya polisi yang mengatasnamakan hukum tersebut hanya berdasarkan keterangan seorang Umar Al Faruq yang disampaikan kepada pihak kepolisian RI bersama agen CIA di Afghanistan. Padahal, ketika diinterogasi oleh CIA (9 September 2002), Farouk hanya menjawa pertanyaan dengan “Yes” dan “No”, namun entah bagaimana, Mabes Polri menerjemahkan sebagai pengakuan seorang anggota senior Al Qaeda yang menunjukkan adanya keterlibatan terdakwa pada berbagai aksi terorisme di Tanah Air.
Bantah Dakwaan JPU
Setelah mencermati surat dakwaan yang dibacakan JPU pada sidang tanggal 14 Februari 2011 atas Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Tim Advokat menilai, perkara ini adalah proyeknya Densus 88 dan merupakan penegakan hukum yang mengada-ada (fabricated). Maka tidak heran jika JPU kesulitan dalam merumuskan surat dakwaannya.”Saudara Penuntut Umum terkesan sama sekali tidak menghayati surat dakwaan yang dibuatnya sendiri,” ungkap tim advokat.
JPU , nilai tim advokat, tidak mampu menjelaskan dan hanya membaca ulang apa yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini membuktikan, bahwa perkara ini adalah perkara rekayasa. Karena rekayasa, maka sebetulnya “tidak ada perkara” dan “tidak ada kejahatan” yang bisa dituntut di pengadilan ini. Sangat jelas, surat dakwaan terlalu mengada-ada. Berbagai peristiwa yang sebenarnya berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan peristiwa lain, malah disandingkan dan kemudian dikait-kaitkan, seolah ada ada hubungannya dengan peristiwa kejahatan.
..Perkara ini adalah perkara rekayasa. Karena rekayasa, maka sebetulnya “tidak ada perkara” dan “tidak ada kejahatan” yang bisa dituntut di pengadilan ini. Sangat jelas, surat dakwaan terlalu mengada-ada...
Fakta tentang Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) yang dipimpin Ustadz Abu tidak ada hubungannay dengan perampokan warnet Newnet dan Bank CIMB Niaga di Medan. Namun, anehnya, JPU kemudian menyandingkan fakta kejahatan tersebut dengan fakta tentang ceramah Ustadz Abu soal fa’i (perampokan yang sah untuk mencari dana perjuangan), sehingga Ustadz Abu dianggap sebagai yang menyuruh melakukan/mempengaruhi terjadinya kejahatan tersebut.
Tim Penasihat Hukum Ustadz Abu Bakar Ba’asyir memohon kepada Majelis Hakim agar menerima dan mengabulkan nota keberatan atau eksepsi Penasihat Hukum terdakwa untuk seluruhnya, menetapkan PN Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara ini, mernyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU, dan memerintahkan JPU melepaskan terdakwa dari tahanan, serta membebankan ongkos perkara kepada negara. ●Desastian
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!