Jum'at, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 1 Oktober 2010 19:00 wib
6.646 views
Diseret dan Disel 7 Hari, Istri Ghazali Laporkan Densus ke Komnas HAM
Jakarta (voa-islam.com) - Keluarga terduga teroris Khairul Ghazali (Ustadz Ghazali) melaporkan Datasemen Khusus (Densus) 88 ke Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM). Penggerebekan rumah Ghazali di Tanjung Balai Medan, Minggu 19 September lalu, diyakini melanggar HAM.
Demikian disampaikan istri dan adik Khairul Ghazali di kantor Komnas HAM, Jumat 1 Oktober 2010. "Orang sedang beribadah salat kok dipukuli," kata Adik Khairul, Akil Akhyar kepada wartawan. "Di sana tidak ada perlawanan senjata dan tidak ada pagar betis." Kakaknya, kata Akil, bersikeras menyelesaikan salat meski diseret polisi. "Kakak saya lalu dilakban mulutnya dan tangan diikat," jelas Akil.
...Saya ditempatkan di ruang ATK, seluas 2x2,5 meter tanpa lubang angin dan toilet," ucap Kartini sambil menangis...
Istri Khairul, Kartika Panggabean kemudian menceritakan kronologi penggerebekan Densus ke rumahnya, pertengahan September itu. "Saat itu, sore-sore ada tamu datang ke rumah. Abdullah dan istri (tetangga Khairul satu kampung), Dani dan dua orang temannya," jelas Kartika.
Saat Magrib, kaum pria kemudian salat di ruang belakang dekat dapur, sementara Kartini dan istri Abdullah duduk-duduk di ruang tamu. Tiba-tiba, 10-15 petugas memasuki rumahnya. Kartika yang sedang menggendong bayinya dan istri Abdullah kemudian digiring ke rumah tetangga. Sementara petugas lainnya, masuk ke ruang belakang.
"Saat jalan ke rumah tetangga itu, saya dengar suara tembakan. Saya menoleh ke belakang (ke arah rumah) karena khawatir dengan suami saya," kata Kartika yang bercerita sambil terisak. Tapi, polisi tetap memaksa dia untuk berjalan ke rumah tetangga.
Dari rumah tetangga, Kartini mengintip ke luar dan melihat suaminya diinjak dan dipukuli dan dinaikkan ke dalam mobil bersama Abdullah. "Kemudian dua orang lainnya dibawa keluar pakai keranda," kata dia. Kartini kemudian dibawa ke Polres Tanjung Balai. Di sana, dia tetap membawa bayinya.
Tak sampai disitu "Lalu saya diseret, dibawa ke mana saya tidak tahu. Setelah sampai saya tahu itu adalah Mapolres Tanjung Balai. Saya ditempatkan di ruang ATK, seluas 2x2,5 meter tanpa lubang angin dan toilet selama tujuh hari," ucap Kartini sambil menangis.
"Saya tanya, anak saya ini bagaimana? Anak saya baru 2 minggu. Densus bilang, tinggal saja. Saya belum selesai nifas, kalau stres takut pendarahan," ujar Kartini yang hanya kuat bercerita 15 menit lalu memilih istirahat karena kelelahan.
"Saya ke Jakarta ini ingin tahu kabar suami saya bagaimana?" kata dia semakin sesengukan. Karena lemas, dia minta istirahat dan Komnas HAM menyediakan ruangan di lantai dua.
Densus Sudah Sangat Kelewatan
Sementara itu, Salah satu anggota TPM Medan, Bambang Santoso, menilai tindakan Densus 88 sangat berlebihan. Insiden tersebut dinilai melanggar hukum dan hak asasi manusia.
"Kami mendapat 3 hal penting. Pertama, terjadi proses penghilangan nyawa. Proses yang diperlihatkan seperti ditunjukan Polri sebagai balas dendam dan tameng anak-anak, tidak mungkin terjadi,"
Menurut dia, tidak diperlukan tembakan karena dalam rumah itu tidak ada senjata atau pun bom. "Kami mendapat 3 hal penting. Pertama, terjadi proses penghilangan nyawa. Proses yang diperlihatkan seperti ditunjukan Polri sebagai balas dendam dan tameng anak-anak, tidak mungkin terjadi," papar Bambang.
"Kedua, adanya penangkapan sewenang-wenang penembakan dan proses di Mapolres Tajung Balai tidak berdasar KUHAP. Ketiga, perlakuan tidak manusiawi, menyeret, memukul orang yang sedang salat sangat bertentangan dengan kebebasan menjalankan ibadah, HAM," lanjut Bambang.
Densus Bekerja Tanpa Prosedur
Selain itu, Salah satu pengacara Tim Pembela Muslim (TPM), Munarman, mengatakan pihaknya sudah ke DPR untuk meminta Densus 88 diaudit kinerjanya. "Ada korban Densus yang berulang dan sistemik. Rencana penangkapan tanpa surat, pembunuhan, dan penyiksaan," kata Munarman.
"Ada korban Densus yang berulang dan sistemik. Rencana penangkapan tanpa surat, pembunuhan, dan penyiksaan," kata Munarman.
Pihaknya juga meminta agar Komnas HAM membantu mereka untuk menghentikan modus-modus yang dilakukan Densus.
Seperti diberitakan sebelumnya, penggerebekan Densus ini terkait dengan pengejaran rampok Bank CIMB Niaga Medan pada 18 Agustus lalu. Dalam pengejaran ini, Densus menembak mati beberapa tersangka.
Mabes Polri kemudian merilis bahwa aksi perampokan ini terkait dengan jaringan terorisme yang selama ini dikejar Densus 88. (Ibnudzar/dbs)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!