Surabaya (voa-islam.com) -Melihat berbagai fenomena kejahatan di Indonesia, termasuk membudayanya perilaku korupsi, budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) menilai pemimpin Indonesia hingga kini belum memiliki moralitas.
"Mulai dari Presiden SBY, menteri, hingga anggota DPR/DPRD nggak mau berubah. Tunggu saja, nanti akan ada yang mengubah," katanya di Surabaya, Kamis malam.
Ia mengemukakan hal itu dalam Buka Bersama dan Shalat Tarawih Keluarga Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dengan Cak Nun. Dalam acara bertopik "Excellence with Morality" itu, Cak Nun memberi apresiasi dengan semangat Unair yang mengusung visi dan misi "Excellence with Morality."
"Mulai dari Presiden SBY, menteri, hingga anggota DPR/DPRD nggak mau berubah. Tunggu saja, nanti akan ada yang mengubah," katanya di Surabaya, Kamis malam
"Itu karena di Indonesia nggak ada yang mau berubah. Mereka ’nyolong’ (korupsi) seenaknya sendiri," katanya didampingi Rektor Unair Prof Dr H Fasich pt.
Suami dari artis Novia Kolopaking itu menyatakan para pemimpin di Indonesia juga hanya menghargai diri sendiri dan tidak menghargai rakyatnya. "Kalau menghargai orang lain itu berarti memiliki moralitas yang tinggi. Moralitas itu lebih tinggi dari hukum, karena hukum itu bisa direkayasa, sedangkan moralitas itu dari nurani," katanya.
Menurut "arek Jombang" kelahiran 27 Mei 1953 itu, pemimpin yang menghargai orang lain itu tidak mementingkan jabatan, namun mementingkan moralitas. "Jabatan itu nggak penting, karena apapun jabatan kita kalau memiliki moralitas, maka hal itu lebih penting, meski kita adalah tukang sapu," katanya.
Pemimpin kelompok "Kiai Kanjeng" itu menyatakan pemimpin yang memiliki moralitas itu tidak menarik pajak sebelum memberikan fasilitas yang memadai. "Kalau punya moral itu tidak hanya narik pajak dengan aturan-aturan hukum yang ada, tapi justru mengutamakan fasilitas, baru narik pajak," katanya.
Dalam kesempatan itu, Cak Nun mencontohkan dirinya yang sekarang tidak menghargai diri sendiri, karena membuat segala bentuk jabatan yang disandang. "Saya sudah nggak menghargai diri, apa saja akan saya lakukan, termasuk ngamen, karena saya ingin menghargai orang lain," katanya.
Dalam agama, Allah SWT sudah mengajarkan penarikan pajak hanya 2,5 persen, tapi fasilitas sudah diberikan terlebih dulu dan bahkan sangat berlebihan.
"Allah SWT mengajarkan hubungan ’suami-istri’ antara diri-Nya dengan manusia. Suami itu memberi fasilitas, baru memberikan perintah ini-itu. Kalau kita mau seperti itu, Insya-Allah akan ada perubahan, jangan menunggu Allah yang mengubah," katanya. (Ibnudzar/kps)