Rabu, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 30 Juni 2010 15:43 wib
5.502 views
PKB di Persimpangan Jalan Politik Pluralisme
Jakarta (voa-islam.com) -Setelah sekian lama berliku-liku kepengurusan, akhirnya rekonsiliasi PKB digelar juga. Pengamat politikpun tak ketinggalan berceloteh menanggapi rekonsiliasi antara kedua kubu PKB tersebut.
Rekonsiliasi elit Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang selama ini berselisih dinilai tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap jumlah suara di Pemilu, jika tidak dilakukan hingga ke akar rumput dan kalangan kiai Nahdlatul Ulama.
Permasalahan lain muncul ketika Nadhlatul Ulama (NU) telah menegaskan posisinya untuk tetap berada di luar organisasi politik. Hubungan PKB dan NU hanya sebatas historis emosional, bukan identik dengan partai politik.
"PKB mengaku partai yang didirikan pengurus PBNU. Partai itu didirikan tim lima. Tim lima tersebut memang berasal dari pengurus PBNU. Setelah dideklarasikan, tugas tim lima itu sudah selesai. Hubungan NU dan PKB hanya bersifat historis emosional," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj di Jakarta, Senin (28/6).
..."Hubungan NU dan PKB hanya bersifat historis emosional," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj di Jakarta.
Rekonsiliasi juga belum tentu efektif jika rekonsiliasi tanpa dibarengi dengan sosialisasi ke bawah. "Kalau memang rekonsiliasi di tingkat elit sampai ke bawah, akan ada pengaruhnya terhadap PKB di masa datang. Jika elit saja akan tidak singinifikan," kata pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sumarno, Rabu (30/6/2010).
Kalo orientasi PKB pasca rekonsiliasi Untuk mendongkak suara di pemilu 2014, elit PKB ke depan masih harus konsen pada basis utama di kalangan NU. Memang PKB berupaya menghadirkan pluralis sebagai partai yang terbuka. Namun hal itu juga dilakukan oleh partai lainnya seperti Partai Demokrat, dan jalan itu sekarang ditempuh PKS.
Sebab itu, bila menjaring pendukung dari luar basis NU maka PKB akan bersinggungan dengan partai lainnya. "Semua partai melakukan hal yang sama," ungkap Sumarno.
Said Aqil juga mengatakan bahwa NU menolak berpolitik praktis, NU tetap sebagai wadah persatuan umat Islam yang tidak menolak politik. "Melarang melakukan politik praktis bukan berarti haram berpolitik. Kalau ada kader NU menjadi calon kepala daerah, tidak masalah. Di sini yang tidak boleh adalah menggunakan infrastruktur NU untuk kepentingan politik," tuturnya.
Ketika ditanya, apakah sanksi untuk mereka warga Nahdliyin yang kedapatan menjalankan politik praktis, ia menjawab diplomatis. Aturan sudah ada dan tinggal melaksanakannya. "Saya kira para pengurus yang di atas menunjukkan kepatuhan terhadap aturan yang melarang pengurus NU melakukan politik praktis dan tidak tergoda dengan iming-iming politik," papar Aqil.
Jika elit PKB menyatu dan diikuti sampai ke bawah, serta mampu mengambil hati basis massa NU kembali maka aspirasi warga NU akan terangkat juga. Begitupun dengan artikulasi politik, bisa lebih baik. "PKB akan tambah solid jika dalam kepengurusan bisa mengakomodasi kedua kubu dan diikuti sampai ke tingkat daerah. Ini akan signifikan bagi PKB," jelasnya.
Selain rekonsiliasi di tingkat elit dan bawah, kata Sumarno, juga hal yang sama harus dilakukan pada kalangan kiai NU yang memiliki pengaruh dan bisa menggerakan massa.
Dia menambahkan, rekonsiliasi elit di tingkat pusat juga harus dibumikan dengan turun langsung ke kantong-kantong massa yang menjadi basis dukungan PKB, bukan hanya dengar dari media massa saja. "Tapi mereka (massa) ingin melihat sendiri langsung atas persoalan yang menjadi isu terpecahnya PKB telah diselesaikan secara elegan," terangnya.
Penyatuan dua kepengurusan atau rekonsiliasi memang dianggap sebagai solusi terbaik bagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebab kalau PKB terpecah, energinya justru akan melemah karena tidak ada lagi perahu politik yang bisa dianggap kaum nahdliyin sebagai simbol aspirasi politiknya.
Penilaian tersebut dikemukakan pengamat politik dari Soegeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit, dan pengamat politik Islam dari UIN Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani.
Menurut Rinakit, perpecahan di tubuh PKB pada akhirnya hanya merugikan kaum nahdliyin, belum lagi aspirasi mereka sudah terpencar di sejumlah partai. Jadi, penyatuan ini merupakan solusi terbaik bagi masa depan PKB.
Sementara itu, anggota Dewan Syuro PKB Kalibata Maman Imanulhaq mengungkapkan format rekonsiliasi akan dibicarakan lebih lanjut dalam muktamar PKB. Ia menyebut muktamar nanti sebagai muktamar persatuan.
“Sekarang tidak ada lagi PKB Kalibata atau PKB Sukabumi.” Rencananya, muktamar persatuan digelar pada September 2010 mendatang. (Ibnudzar/dbs)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!