Survei: 37 Persen remaja Yahudi AS Bersimpati Pada HamasSabtu, 23 Nov 2024 20:25 |
JAKARTA (voa-islam.com) -Revisi Undang-undang no. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat kini sudah ada di Departemen Hukum dan HAM (Dephukham). Bahkan sudah masuk dalam proglegnas 2010 urutan ketujuh. Namun, masih terus menjadi kontroversi mengenai isi revisi UU tersebut.
Dalam salah satu poin revisinya, Departemen Agama (Depag) mengusulkan agar zakat dikelola oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan ini tentu saja akan menjadi ancaman bagi sejumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada saat ini di Indonesia.
Saat ini tercatat ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), 18 LAZ Nasional, 33 BAZ provinsi, 429 BAZ Kabupaten/Kota, LAZ daerah dan 4.771 BAZ Kecamatan.
"Dalam Revisi UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menegaskan pemerintah tidak akan membubarkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada saat. Nantinya LAZ tersebut hanya akan berubah fungsi menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ)" ujar Prof. Nasrun Harun
Direktur Pemberdayaan Zakat, Depag, Prof Nasrun Harun, mengatakan, dalam Revisi UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menegaskan pemerintah tidak akan membubarkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada saat. Nantinya LAZ tersebut hanya akan berubah fungsi menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ).
Nasrun berharap revisi UU tersebut bisa disetujui oleh DPR. Dengan disetujuinya hal tersebut, menurut Nasrun akan mampu mengurangi angka kemiskinan yang ada saat ini berjumlah 37 juta jiwa.
"Kenyataannya saat ini makin hari makin banyak orang miskin. Itu salah kita yang tidak berbuat banyak untuk mereka. Untuk itu perlu adanya revisi UU tersebut," katanya.
Jika UU tersebut jadi direvisi, maka akan ada beberapa hal pokok lainnya yang akan berubah. Salah satunya untuk menggali potensi zakat yang ada di negara kita ini.
Potensi zakat di negara kita ini menurut penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah (UIN) tahun 2004 adalah sebesar Rp 19,3 triliun. Namun, laporan yang diterima oleh Depag hanya sekitar Rp 900 miliar.
"Padahal kita punya Baznas, Baz Kabupaten Kota, sudah ada pula UU, dan keputusan menteri agamnya. Tapi potensi sangat sangat kecil diperoleh. Dimana letak kesalahannya?," katanya.
Menurut Nasrun, kesalahannya terletak pada UU No.38 tahun 1999 yang lahirnya prematur. Prematurnya uu tersebut, misalnya ada pasal yang mengatakan masyarakat boleh dan tidak berzakat.
Ini akibat kurangnya PP yang menguatkan undang-undang tersebut. "Kelemahan paling besar yang tadinya wajib dalam hukum Islam, dalam UU boleh atau tidak. Kewajiban tidak ada," katanya.
Pro-kontra Pembubaran LAZ
Direktur Pusat Kajian Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, Amelia Fauzia, mengatakan LAZ memang tidak dibubarkan tapi dilebur jadi UPZ. "LAZ dan BAZ tidak bisa dilebur jadi satu.
Mereka beda visi dan idiologi seperti halnya Dompet Dhuafa dengan BAZNAS. Sudah duji coba kalau untuk meleburkan harus punya basis sama," katanya.
Amelia mengatakan, sekarang ini kinerja LAZ justru lebih baik dari BAZ. "Jika dilebur sama saja dihilangkan. Ini merupakan kemunduran luar biasa dimasyarakat di Indonesia. Jika menghilangkan LAZ berarti menghancurkan civil society," ujarnya.
"LAZ dan BAZ tidak bisa dilebur jadi satu. Mereka beda visi dan idiologi seperti halnya Dompet Dhuafa dengan BAZNAS. Sudah duji coba kalau untuk meleburkan harus punya basis sama," kata Amelia.
Amelia menambahkan, LAZ ini sudah lama dan jadi gerakan civil society di Indonesia. BAZ dan LAZ yang ada merupakan aset yang sangat penting, kalau yang ditargetkan untuk efisiensi maka regulasi dan efisiensi itu openting. "Niat baik pemerintah itu bisa lebih realistis melihat perkembangan zakat," katanya.
Jika RUU diarahkan untuk mobilisasi zakat. Problemetika bukan pada LAZ, mungkin muzakki ada yang langsung memberikan kepada mustahik. "Harus ada edukasi kepada masyarakat, berikan zakat kepada lembaga yang sudah terkareditas pemerintah, saya kira tanpa maksa-maksa masyarakat juga akan bayar zakat," katanya.
Hal senada dituturkan oleh Direktur Islamic Economics and Finance (IEF), Universitas Trisakti, Prof Sofyan Syafii Harahap mengatakan pemerintah harusnya keluar dari masalah-masalah yang diurus oleh masyarakat.
Walaupun Depag tidak ikut mengurus zakat, tapi mereka kan membuat baznas. "Depag mengatakan LAZ tidak dibubarkan, tapi LAZ tidak dibenarkan untuk mendistribusikan, nah itu namanya mengamputasi LAZ," katanya.
Rekomendasi saya, kata Prof Sofyan, pemerintah tetap dibutuhkan tapi pemerintah harus mengukur dirinya sendiri, pemerintah cukup regulator dan pengawas. Jadi tidak perlu melakukan eksekusi.
"Misalnya LAZ yang sudah berhasil, disitulah fungsi pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap LAZ. Sejauh mana regulasi dilaksankan oleh LAZ. BAZNAS bisa kerjasama dnegan LAZ dengan simbiotik mutualisme bukan saling memakan.
"Rakyat sebagai motor penggerak dari lembaga-lembaga ini. Jika rakyat tidak punya trust maka lembaga tersebut tidak bisa stay. Nah inilah yang harus diterapkan," katanya.
Rekomendasi berikutnya, kata Sofyan, peran pemerintah sudah mampu dan berhasil, BAZNAS harus jadi regulator, pengawas umum dan syariah, koordinasi, forum diskuki, fasilitator, jembatan negara, untuk jembatani civil sicoety dan state. "Jangan jadi alat komersalisasi. Berhentilah pemerintah untuk sok tahu mengurus civil society," ujarnya.
Intelektual Islam, Azyumardi Azra, juga menentang jika LAZ-LAZ dibubarkan. Menurutnya jika lembaga tersebut dibubarkan, maka orang yang terkena gempa dan musibah sudah meninggal duluan. "Mengurus haji dan madarasah saja tidak beres, pemerintah tidak reaktif dalam musibah, maka yang kena musibah akan meninggal duluan. Kalau ada upaya tersebut harusnya ditolak.
Presiden Direktur Dompet Dhuafa Republika, Ismail A. Said mengaku tidak menyetujui usulan dari Depag yang akan merubah fungsi LAZ menjadi UPZ. Walaupun pemerintah belum tentu setuju dengan usulan depag, tapi dirinya berharap agar LAZ, tidak ditutup. "Biarkan saja. LAZ dan BAZ tetap menjalankan. Baznas yang mengawasi," katanya.
Menurutnya, zakat yang masuk dalam dompet dhuafa Republika setiap tahun mencapai Rp 100 miliar. Ini karena kepercayaan masayarakat terhadap distribusi yang dilakukan oleh dompet dhuafa Republika. she/kpo
Selain itu Direktur Pemberdayaan Zakat, Depag, Prof Nasrun Harun, membantah adanya rencana sentralisasi zakat yang diusulkan dalam revisi UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
"Zakat solusi bagi kemiskinan yang ada, pemerintah tidak sama sekali berniat hapuskan LAZ, dan tidak berniat sentralisasi zakat," ujarnya Seminar Interaktif bertema Haruskah LAZ Dibubarkan di Auditorium Gedung S, Kampus A, Universitas Trisakti, Jakarta, Senin (14/12).
Menurut Nasrun, zakat disuatu daerah tidak boleh dipindahkan ke daerah lain. Selama masih ada mustahik (penerima zakat) didaerah tersebut, mestinya zakat yang diambil dari daerah itu harusnya bisa mengatasi kemiskinan daerah tersebut.
"Dalam revisi UU tersebut tidak ada kata-kata sentralisasi zakat. Itu hanya opini-opini diluar saja," kata Nasrun.
Wakil Direktur Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, Yusuf Wibisono, menuturkan sentralisasi kelembagaan zakat oleh pemerintah tidak menjamin peningkatan kinerja.
Dibanyak negara muslim, penghimpunan zakat yang dilakukan oleh lembaga pemerintah adalah kecil dibandingkan potensinya. Dipakistan, Sudan dan Arab Saudi yang menerapkan compulsory system, penghimpunan dana zakat relatif masih jauh lebih kecil dibandingkan potensinya.
Wacana sentralisasi untuk peningkatan kinerja zakat, kata Yusuf, adalah tidak valid, historis dan mengingkari peran civil society dalam masyarakat yang demokratis.
"Kinerja penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat lebih banyak ditentukan oleh legitimasi dan reputasi lembaga pengumpul, bukan oleh sentralisasi kelembagaan oleh pemerintah," tandasnya.
Kinerja zakat justru meningkat setelah dikelola oleh masyarakat sipil. Operasional organisasi nirlaba yang transparan dan akuntabel lebih disukai dan menumbuhkan kepercayaan muzakki. Kepercayaan (trust)menjadi kata kunci disini.
"Peningkatan kinerja zakat saat ini lebih bayak ditentukan oleh keberhasilan dalam menurunkan kebocoran penyaluran zakat secara individual, bukan sentralisasi kelembagaan," katanya.
Untuk itu, lanjut Yusuf, perlu adanyanya pendorongan sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam pengelolaan zakat nasional. Kedudukan BAZ dan LAZ akan sejajar sebagai operator yaitu organisasi pengelola zakat (OPZ).
"Fokus utama adalah peningkatan kapasitas dan transparansi OPZ. Tidak ada lagi dikotomi BAZ dan LAZ, yang ada hanyalah OPZ yang amanah, efisien independen dan profesional," katanya.
Tak hanya itu, fokus pada upaya mendorong tata kelola yang baik (good governance) dalam dunia zakat nasional untuk transparansi dan akuntabilitas OPZ.
"Agenda terbesar disini adalah mendirikan lembaga regulator pengawas yang kuat dan kredibel yang memiliki kewenangan di tiga aspek utama, yaitu regulasi dan pengawasan di aspek kepatuhan syariah, transparansi keuangan dan kinerja ekonomi," ujar Yusuf.
Ditambah lagi perlunya pemberian insentif yang memadai bagi muzakki dalam upaya mendorong ketaatan zakat dan menurunkan penghindaran zakat (zakah evasion).
"Mendorong transformasi zakat dari yang kini sebagai pengurang penghasilan kena pajak (tax education) menjadi kedepan sebagai pengurang pajak (tax credit)," ujarnya. [Ali/rpb]
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com