Jum'at, 4 Jumadil Awwal 1446 H / 30 September 2011 10:00 wib
21.628 views
Shalat Istisqa': Solusi Jitu Mengatasi Kemarau Panjang
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, penguasa alam semesta. Pencipta dan pengatur alam raya dengan qudrah-Nya yang agung. Menundukkan apa saja yang ada di dalamnya untuk manusia supaya mereka menjadi khalifah-Nya di bumi dengan menegakkan ajaran dien-Nya yang lurus dan suci yang telah disampaikan oleh hamba dan utusan-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Seluruh alam raya tunduk kepada titah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada yang terjadi di dalamnya kecuali dengan izin, kehendak, perintah, dan sepengetahuan-Nya. Karena Dia-lah pemilik dan penguasa alam semesta. Di antaranya adalah hujan. Ia turun dengan perintah dan kehendak Allah Ta'ala. Jika Dia menghendaki turun untuk membasahi bumi, maka turunlah ia. Sebaliknya, jika menahan maka tak satu tetespun yang akan turun.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
أَمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ
"Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?" (QS. Al-Naml: 60)
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa hanya Dia-lah yang menciptakan langit berikut apa yang ada di dalamnya berupa matahari, bulan, bintang, dan malaikat; Dia semata juga yang telah menciptakan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya seperti gunung, langit, sungai, pepohonan, binatang,dan sebagainya. Dia juga menjelaskan, Dia yang menurunkan hujan dari langit untuk manusia, yang dengan hujan itu Allah menumbuhkan kebun-kebun yang indah karena banyaknya pepohonan dan buah-buahan yang beraneka ragam. Padahal kalau bukan karena pemberian hujan dari Allah tersebut, pepohonan tak akan pernah ada. Tidak ada yang melakukan semua itu kecuali Dia. Oleh karenanya, Dia semata yang berhak disembah, karena Dialah Tuhan sebenarnya. Sedangkan sesembahan kepada selain-Nya, adalah sesembahan yang batil.
Allah Ta'ala berfirman tentang proses perjalanan hujan, bahwa Dia semata yang melakukannya:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ
"Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. Al-Nuur: 43)
Jika Lama Tak Turun Hujan
Berangkat dari keyakinan di atas, Syariat Islam memberikan tuntutunan, jika hujan tak kunjung turun, terjadi kemarau panjang, dan suatu daerah mengalami kekeringan, maka mereka meminta kepada Allah Ta'ala. Karena Dia penguasa alam raya ini, di anataranya hujan. Salah satunya dengan mengerjakan shalat istisqa' (shalat meminta hujan). Ini sebagai pengamalan dari firman Allah Ta'ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. . ." (QS. Al-Baqarah: 153)
Karenanya, disunnahkan bagi kaum muslimin, saat terjadi kondisi di atas, keluar ke tanah lapang untuk melaksanakan shalat istisqa' (shalat untuk meminta hujan). Yaitu shalat dua rakaat yang dipimpin oleh imam, diikuti dengan khutbah dan memperbanyak istighfar (mohon ampunan) dan doa.
Diriwayatkan dari 'Abbad bin Tamim, dari pamannya (Abdullah bin Zaid), ia mengatakan, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam keluar ke tempat shalat (yakni tanah lapang) untuk meminta hujan. Beliau menghadap kiblat, lalu mengerjakan shalat dua rakaat, dan beliau membalikkan selendangnya: Meletakkan yang sebelah kanan menjadi sebelah kiri." (Muttafaq 'alaih)
Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata, "Orang-orang mengadu kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengenai paceklik. Lalu beliau memerintahkan untuk disiapkan mimbar dan diletakkan di tempat shalat (tanah lapang). Beliau menjanjikan kepada manusia untuk keluar (melaksanakan shalat istisqa') pada suatu hari saat sinar matahari terang (sudah meninggi). Lalu beliau duduk di atas mimbar, lalu bertakbir dan memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kemudian beliau bersabda,
إِنَّكُمْ شَكَوْتُمْ جَدْبَ دِيَارِكُمْ وَاسْتِئْخَارَ الْمَطَرِ عَنْ إِبَّانِ زَمَانِهِ عَنْكُمْ وَقَدْ أَمَرَكُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تَدْعُوهُ وَوَعَدَكُمْ أَنْ يَسْتَجِيبَ لَكُمْ ثُمَّ قَالَ { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ } لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ
"Sesungguhnya kalian mengadukan musim paceklik yang melanda negeri kalian dan hujan yang terlambat turun dari waktu yang seharusnya kepada kalian. Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla memerintahkan kalian berdoa kepada-Nya dan menjanjikan kepada kalian untuk mengabulkan doa kalian. Kemudian beliau berdoa: Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah yang berbuat apa yang dikehendaki-Nya.Ya Allah, Engkaulah Allah, tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Engkau, Yang Maha kaya sementara kami ini fakir. Turunkan kepada kami hujan dan jadikan hujan yang Engkau turunkan kepada kami sebagai kekuatan dan bekal hingga waktu yang ditentukan."
Kemudian beliau mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya. Beliau tetap begitu sehingga terlihat putih kedua ketiaknya. Lalu beliau berbalik membelakangi manusia dan membalik selendangnya dengan masih mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau menghadap kepada manusia, turun (dari mimbar), lalu shalat dua rakaat." (HR. Abu Dawud)
. . . Jika hujan tak kunjung turun, terjadi kemarau panjang, dan suatu daerah mengalami kekeringan maka disunnahkan bagi kaum muslimin, saat terjadi kondisi di atas, keluar ke tanah lapang untuk melaksanakan shalat istisqa' (shalat untuk meminta hujan).
Yaitu shalat dua rakaat yang dipimpin oleh imam, diikuti dengan khutbah dan memperbanyak istighfar (mohon ampunan) dan doa. . .
Sunnah-sunnah Istisqa'
Ada beberapa sifat-sifat shalat istisqa' yang perlu diperhatikan:
1. Manusia yang keluar bersama imam untuk melaksanakan shalat istisqa' berjalan dengan rendah diri, khusyu', penuh harap, dan memakai pakaian kerja/harian (bukan pakaian mewah).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata,
خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَاضِعًا ، مُتَبَذِّلًا ، مُتَخَشِّعًا مُتَرَسِّلًا ، مُتَضَرِّعًا ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، كَمَا يُصَلِّي فِي الْعِيدِ ، لَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ
"Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam keluar (ke tempat shalat) dengan rendah diri, berpakaian biasa, khusyu' dan penuh harap, dan tadharru' (menampakkan rasa butuhnya), lalu shalat dua rakaat sebagaimana shalat 'Ied, dan tidak berkhutbah seperti khutbah kalian ini." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, Abu 'Awanah, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh al-Tirmidzi dan dihassankan al-Albani dalam al-Irwa' no. 665)
2. Imam berkhutbah kepada manusia di atas mimbar sebelum dan sesudah shalat, berdasarkan dua hadits di atas. Dan persoalan ini cukup leluasa, boleh keduanya sebagaimana yang disimpulan dalam mazhab Ahmad dan yang dipilih al-Syaukani dan lainnya. Namun mayoritas ulama berpendapat, khutbah dilakukan sesudah shalat. (Lihat: Shahih Fiqih Sunnah: 2/108)
3. Dianjurkan agar khutbah imam sesuai dengan peristiwa yang terjadi, yakni berisi pengakuan dosa, penyesalan, taubat, dan permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al-Abbas, saat diminta oleh Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu untuk meminta hujan, berkata: "Inilah tangan-tangan kami yang penuh dengan dosa terulur kepada-Mu, dan ubun-ubun kami yang menengadah kepada-Mu dengan taubat, maka turunkanlah hujan kepada kami."
4. Hendaknya imam memperbanyak doa dan permohonan hujan kepada Allah dalam keadaan berdiri, menghadap kiblat, dan mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya sehingga menjadikan punggung kedua telapak tangan menghadap ke langit. Makmum juga melakukan demikian, yakni mengangkat ke dua tangan mereka.
5. Dalam keadaan demikian, lalu imam membalikkan kedua selendangnya, yang kanan di balik ke sebelah kiri, yang bawah di balik menjadi bagian atas. (HR. al-Bukhari dari Abdullah bin Zaid)
Hikmahnya dari mengangkat ke dua tangan seperti di atas dan membalikkan selendang adalah sebagai bentuk pengharapan yang sangat dan sikap optimis bahwa keadaan akan segera berubah drastis. Ini juga mengisyaratkan sifat sesuatu yang diminta, yaitu datangnya awan dan turunnya hujan.
6. Shalat istisqa' dikerjakan secara berjama'ah yang dipimpin seorang imam. Dan imam mengeraskan bacaannya sebagaimana dalam shalat 'Ied. Ini didasarkan pada hadits Ibnu Abbas di atas, ". . . Beliau mengerjakan shalat dua rakaat sebagaimana beliau mengerjakan shalat 'Ied." Dan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abdullah bin Zaid, "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam keluar untuk meminta hujan, lalu beliau menghadap kiblat untuk berdoa, seraya membalikkan selendangnya, kemudian beliau shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaan pada kedua rakaat tersebut." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Keajaiban Shalat Istisqa'
Apa yang dikabarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pastilah benar. Dan apa yang diajarkannya pasti bermanfaat dan mujarab. Begitu juga dalam upaya meminta hujan dengan shalat istisqa'. Terdapat dalam lanjutan hadits 'Aisyah di atas, sesudah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam turun dari mimbarnya maka mendatangkan awan tebal, lalu terjadilah guntur, terlihat kilat, lalu turun hujan. (HR. Abu Dawud)
Terdapat keajaiban lain mengenai doa meminta hujan pada saat khutbah Jum'at. Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'Anhu, "Bahwa seseorang masuk ke dalam masjid pada hari Jum'at saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berdiri menyampaikan khutbah. Lalu ia berdiri di hadapan Rasulullah, lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, harta-harta telah habis, dan sebab-sebab telah terputus, maka berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kami.' Kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa, 'Allahumma a'ghitsnaa, Allahumma a'ghitsnaa (Ya Allah turunkan hujan kepada kami, Ya Allah turunkan hujan kepada kami).
Lalu Anas melanjutkan, "Demi Allah sebelumnya kami tidak melihat awan atau gumpalan awan di langit. Dan tidak ada yang menghalangi antara kami dengan bukit, baik rumah maupun perkampungan. Tiba-tiba muncullah dari balik bukit tersebut segumpal awan seperti perisai, dan saat awan itu telah sampai ke tengah langit, kemudian awan tersebut tersebar dan menurunkan hujan. Demi Allah, kami tidak dapat melihat matahari selama enam hari. . . " (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
. . jika kita, muslimin Indonesia, telah melakukan sebab syar'i (memohon hujan dengan shalat istisqa' ini) yang diajarkan Nabi, lalu tidak didapatkan manfaatnya, maka itu bukan karena tuntunannya ada cacat, salah atau tidak benar.
Tetapi karena tidak terpenuhinya syarat atau karena adanya mawani' (penghalang) dari dikabulkannya doa tersebut. . .
Namun perlu dicatat, shalat istisqa' yang kerjakan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabat disertai dengan sikap rendah diri, pengakuan akan dosa, penyesalan, istighfar, dan taubat yang benar. Sehingga doa yang dipanjatkan segera dikabulkan.
Maka jika kita, muslimin Indonesia, telah melakukan sebab syar'i (memohon hujan dengan shalat istisqa' ini) yang diajarkan Nabi, lalu tidak didapatkan manfaatnya, maka itu bukan karena tuntunannya ada cacat, salah atau tidak benar. Tetapi karena tidak terpenuhinya syarat atau karena adanya mawani' (penghalang) dari dikabulkannya doa tersebut. Satu contoh misalnya, membacakan surat Al-Fatihah atas orang sakit akan menjadi obat. Namun ada orang yang membacanya, tapi tidak menyembuhkan. Maka itu bukan karena al-Fatihahnya yang tidak mujarab, tapi karena adanya mawani' antara sebab dan pengaruhnya.
Misal lain, orang yang membaca doa ketika akan berjima' maka syetan tidak akan bisa menimpakan gangguan pada anak tersebut. Namun, ada orang yang sudah membacanya, tapi anaknya tetap diganggu syetan. Maka hal itu bukan karena doanya tidak mujarab, tapi karena adanya mawani' yang menghalangi terkabulnya manfaat. Maka jika shalat istisqa' sudah dikerjakan namun hujan tak kunjung datang, bangsa ini harus lebih berani melakukan introspeksi diri dan mencari tahu apa yang menghalangi dari terkabulnya doa permohonan hujan tersebut. Mungkin, karena banyaknya makanan yang tidak halal, banyaknya kemaksiatan yang dikerjakan, merebaknya perbuatan nista di satu negeri yang dikerjakan terang-terangan, masih terjadi pengurangan takaran dan timbangan secara masal, ditolak dan ditelantarkan syariat Allah Ta'ala, dan sebab lainnya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:
1. Kemarau Panjang Akibat Dosa Manusia, Apa Solusinya?
2. Pemimpin yang Tidak Terapkan Hukum Islam Menjadi Sumber Musibah
3. Shalat Istisqa': Solusi Jitu Mengatasi Kemarau Panjang
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!