Jum'at, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 3 September 2010 17:11 wib
29.154 views
Hikmah, Tujuan Dan Pahala Itikaf
Definisi Itikaf:
Itikaf adalah diam dimasjid dengan niat khusus, untuk beribadah kepada Allah Ta’alaa, hukumnya sunah yang disyariatkan berdasarkan kesepakatan ulama, telah berkata Imam Ahmad sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud: (aku tidak mengetahui dari seorang ulama pun tentang hukumnya kecuali sunah).
Imam Az-Zuhri rahimahullah berkata: (aneh sekali kaum muslimin ! mereka meninggalkan itikaf, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkannya sejak di Madinah sampai beliau wafat).
Hikmahnya :
Ibnu Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitab Zadul Ma’ad tentang hikmah disyariatkannya puasa dan itikaf:
“ Karena kebaikan dan istiqomahnya hati dalam perjalanannya menghadap Allah Ta’alaa ditentukan oleh pemusatan atau penyatuan hati kepada Allah, dan penyatuan seluruh urusannya yang tercerai berai dengan dikerahkan seluruhnya kepada Allah Ta’alaa, karena tercerai berainya hati tidak dapat disatukan kecuali dengan menghadapkannya kepada Allah Ta’alaa, dan ketika makanan dan minuman yang berlebihan serta pergaulan dengan manusia yang berlebihan, begitu pula pembicaraan yang berlebihan, tidur yang berlebihan, dapat menambah hati bercerai berai, dan memisahkannya disetiap lembah, dan memutusnya dari perjalanan menghadap Allah atau melemahkannya atau membelokkannya bahkan menghentikannya.
Maka rahmat Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Penyayang kepada hamba-Nya berkehendak mensyariatkan atas mereka puasa yang menghilangkan makanan dan minuman yang berlebihan, serta mengosongkan hati dari campuran hawa nafsu yang membelokkannya dari perjalanan menghadap Allah Ta’alaa, dan Allah mensyariatkannya sesuai kadar maslahat mereka dimana puasa dapat memberi manfaat kepada hamba didunia dan akhiratnya, namun tidak sampai merugikannya ataupun memutuskan maslahat-maslahat lainnya.
Dan Allah Mensyariatkan atas mereka itikaf yang maksud dan ruhnya adalah untuk mendiamkan hati kepada Allah Ta’alaa serta memusatkannya kepada-Nya, dan berkhalwat bersama-Nya, dan memutuskan kesibukan dengan manusia dalam rangka menyibukkan dirinya dengan Allah semata, dimana dia menjadikan dzikirnya dan cintanya dan penghadapannya kepada Allah ada dalam hatinya dan ingatannya serta semuanya dikerahkan untuk-Nya, hingga seluruh hatinya tertuju kepada-Nya dan ingatannya semua berdzikir kepada-Nya, dan berpikir bagaimana mendapatkan ridho-Nya dan apa saja yang dapat mendekatkan kepada-Nya, maka kesenangannya berpindah kepada Allah ketika sebelumnya kepada makhluk, dengan demikian dia mempersiapkan untuk bersenang dengan Allah Ta’alaa pada hari yang menakutkan dalam kubur ketika tidak ada kesenangan untuknya, serta tidak ada yang menggembirakannya kecuali Dia maka inilah tujuan agung dari itikaf “ ( Zaadul Ma’ad 2/ 86-87 ).
Faedah itikaf :
Sesungguhnya dalam ibadah terdapat rahasia dan hikmah yang banyak, karena pusat amalan seorang hamba adalah hatinya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، ألا وهي القلب) رواه البخاري ( 52 ) ومسلم ( 1599
Artinya :” ketahuilah bahwa dalam hati ada segumpal daging apabila dia baik, maka akan baik seluruh jasadnya, apabila rusak maka rusak pula seluruh jasadnya, ketahuilah dia adalah hati “ (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Kebanyakan yang merusak hati adalah hal-hal yang sia-sia, serta kesibukan yang memalingkannya dari menghadap kepada Allah Ta’alaa termasuk hawa nafsu makan, minum, nikah, perkataan yang berlebihan, tidur yang berlebihan, pergaulan yang berlebihan, maka Allah mensyariatkan puasa serta itikaf untuk menghimpunkan hati semuanya dalam menghadap kepada Allah Ta’alaa.
Karena pergaulan apabila berlebihan maka dapat juga merusak seperti makanan dan minuman serta memalingkannya dari Allah Ta’alaa.
Itikaf juga dapat menjaga hati dari kesalahan karena perkataan yang berlebihan karena dalam itikaf seseorang cenderung menyendiri, menghadapkan diri kepada Allah dengan qiyamul lail, membaca Al Quran, dzikir dan doa.
Demikian juga dapat menjaga diri dari tidur yang berlebihan, karena itikaf dtujukan untuk taqarrub kepada Allah dengan berbagai macam ibadah, bukan berdiam dimasjid untuk tidur.
Pahala Itikaf:
Tidak ragu lagi bahwa dalam itikaf terdapat banyak keutamaan dan pahala karena didalamnya terkumpul sejumlah ibadah, namun tidak ada satupun hadits shahih yang menjelaskan secara khusus pahala itikaf.
Imam Abu Dawud rahimahullah berkata: aku bertanya kepada Ahmad (yakni Imam Ahmad bin Hanbal): apakah anda mengetahui hadits tentang keutamaan itikaf? Beliau menjawab: tidak, kecuali beberapa yang lemah. Masail Abu Dawud (96).
Diantara hadits-hadits ini adalah:
1- Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1781) dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu bahwa Rasululllah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda tentang orang yang itikaf:
( هُوَ يَعْكِفُ الذُّنُوبَ ، وَيُجْرَى لَهُ مِنْ الْحَسَنَاتِ كَعَامِلِ الْحَسَنَاتِ كُلِّهَا ) . ضعفه الألباني في ضعيف ابن ماجه .
Artinya: (dia menahan dari dosa, dan dijalankan untuknya kebaikan seperti yang melakukan kebaikan seluruhnya) Hadits dilemahkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Dhaif Ibnu Majah.
2- Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tabrani, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dan dilemahkan oleh beliau dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( من اعتكف يوما ابتغاء وجه الله جعل الله بينه وبين النار ثلاث خنادق أبعد مما بين الخافقين ) . ضعفه الألباني في السلسلة الضعيفة (5345).
Artinya: (Barangsiapa yang melakukan itikaf satu hari karena mengharapkan wajah Allah maka Allah akan menjadikan di antaranya dan neraka sejauh tiga parit seperti jarak antara masyriq dan maghrib) Hadits dilemahkan oleh Syeikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ad-Dha’ifah (5345).
3- Hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari ‘Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( من اعتكف إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه ) ضعفه الألباني في ضعيف الجامع (5442)
Artinya: (Barangsiapa yang melakukan itikaf karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu) Hadits dilemahkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Dha’if Al-Jami (5442).
4- Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan dilemahkan oleh beliau dari Husain bin Ali radhiallahu anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( من اعتكف عشرا في رمضان كان كحجتين وعمرتين) . ذكره الألباني في "السلسلة الضعيفة" ". (518) وقال : موضوع .
Artinya: (Barangsiapa yang melakukan itikaf sepuluh hari dibulan Ramadhan maka seperti mengerjakan dua haji dan dua umrah). Syeikh Al-Albani menyebutkannya dalam As-Silsilah Ad-Dha’ifah (518) dan beliau berkata: hadits palsu.
Hubungan antara puasa dan itikaf:
Tidak ragu lagi bahwa menggabungkan seluruh usaha untuk mentarbiyah hati dengan meninggalkan hal-hal yang memalingkan hati dari ketaatan, akan lebih memudahkan kita untuk menghadapkan hati kepada Allah secara keseluruhan, oleh itu para salaful shalih lebih suka menggabungkan antara puasa dan itikaf.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “ tidak pernah diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan itikaf dalam keadaan tidak berpuasa, bahkan Aisyah radhiallahu anha sampai berkata: (tidak ada itikaf kecuali dengan puasa) “. Dikeluarkan oleh Abu Dawud ( 2473 ).
Dan Allah Ta’alaa tidak menyebutkan itikaf kecuali disertai dengan puasa, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya kecuali dengan puasa.
Maka pendapat yang kuat berdasarkan dalil sebagaimana yang dipegang jumhur salaf : (bahwa puasa merupakan syarat dalam itikaf, inilah yang dikuatkan oleh Syeikhul Islam). Lihat Zadul Maad (2/ 87-88).
Pensyaratan puasa dalam itikaf merupakan riwayat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, juga pendapat Imam Malik dan Auza’ie dan Abu Hanifah, adapun riwayat dari Imam Ahmad dan Syafi’ie dalam hal itu diperselisihkan.
Adapun perkataan Ibnu Qayyim rahimahullah: (tidak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau itikaf dalam keadaan tidak puasa) perlu diteliti, karena telah diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah itikaf dibulan Syawwal) HR Imam Bukhari (1928) dan Muslim (1173), dan tidak dapat dipastikan apakah beliau itikaf dalam keadaan puasa atau tidak ?
Pendapat yang kuat:
Maka pendapat yang shahih bahwa puasa adalah sunah bagi yang melakukan itikaf, yaitu bukan merupakan syarat sahnya itikaf. Jadi yang melakukan itikaf dalam keadaan tidak berpuasa maka itikafnya sah walaupun yang paling utama adalah itikaf dalam keadaan berpuasa.
Wallahu A’lam bishowab.
(ar/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!