Selasa, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 11 Mei 2010 01:00 wib
26.790 views
Penting! Dilarang Shalat di Antara Tiang-tiang Masjid
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para shahabat, dan yang mengikuti mereka hingga hari kiamat, amma ba’du:
Ikhwati fillah, shalat di antara tiang- tiang masjid merupakan permasalahan yang telah banyak diperbincangkan para ulama, mereka mengatakan:
“Diperbolehkan bagi imam dan orang yang sendirian shalat di antara tiang-tiang, hal itu makruh bagi makmum karena termasuk memutuskan shaf, kecuali dalam keadaan darurat, berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma:
أن النبي -صلى الله عليه وسلم- لما دخل الكعبة صلى بين الساريتين
"Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memasuki ka’bah shalat di antara dua tiang." (Muttafaqun ‘alaihi)
Dan dari Anas radliyallahu 'anhu berkata,
كنا ننهى عن الصلاة بين السواري ونطرد عنها طرداً
"Dahulu kami dilarang shalat di antara tiang-tiang dan kami diusir darinya dengan paksa." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam shahih mereka berdua, Imam Al-Hakim menshahihkannya. Syeikh Albani menghasankannya dalam Shahih al-Jami', no. 1567)
Dari Mu'awiyah bin Qurrah dari ayahnya radhiallahu 'anhu berkata, "
كنا ننهى أن نصف بين السواري على عهد رسول الله -صلى الله عليه وسلم- ونطرد عنها طرداً
"Dahulu kami dilarang untuk membuat shaf di antara tiang-tiang di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kami diusir darinya dengan paksa." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih al-Jami' no. 821)
Dari Abdul Hamid bin Mahmud berkata: Aku sholat bersama Anas bin Malik pada hari Jum’at lalu kami diusir dari tiang-tiang maka kami ada yang maju ada yang mundur, lalu Anas berkata:
كنا نتقي هذا على عهد رسول الله -صلى الله عليه وسلم
"Dahulu kami dilarang melakukan hal ini pada zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam." (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Nasa’ie. Dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 625)
Para ulama berbeda pendapat mengenai shalat di antara tiang-tiang. Anas bin Malik berpendapat makruh berdasarkan larangan dalam hal itu, diriwayatkan oleh Al-Hakim dan dishahihkannya.
Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata: “Jangan kalian membentuk shaf di antara tiang-tiang dan sempurnakanlah shaf-shaf.”
Hal ini diperbolehkan oleh Hasan, Ibnu Sirin, dan dahulu Sa’id bin Jubair, Ibrahim At-Taimi, Suwaid bin Ghaflah, mengimami kaum mereka di antara tiang-tiang, dan ini pendapat ulama Kufah.
Imam Malik rahimahullah berkata dalam kitab “Al-Mudawwanah“: "Tidak mengapa shalat di antara keduanya karena sempitnya Masjid.”
Ibnu Hubaib berkata: “Bukanlah larangan itu kepada putusnya shaf-shaf jika masjidnya sempit, namun hal itu dilarang apabila masjidnya luas.” (Umdatul Qari: 4/286)
Imam Bukhari rahimahullah telah mengkhususkan dalam “Shahihnya“ Bab shalat di antara tiang-tiang dalam keadaan tidak berjama’ah, Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: (Perkataan beliau (Imam Bukhari): “ Bab sholat diantara tiang-tiang dalam keadaan tidak berjama’ah” bahwa beliau mengkaitkannya dengan selain berjama’ah karena hal itu dapat memutuskan shaf- shaf, dan meluruskan dan merapatkan shaf dalam jama’ah dikehendaki, Berkata Ar-Rafi’ie dalam “ Syarhul Musnad”: Imam Bukhari berdalilkan dengan hadits ini – yakni hadits Ibnu Umar dari Bilal – bahwa tidak mengapa sholat diantara dua tiang apabila tidak berjama’ah, dan beliau mengisyaratkan bahwa yang lebih utama bagi yang sholat sendirian untuk menghadap tiang, meskipun ini lebih utama namun tidak makruh kalau berdiri diantara kedua tiang yakni bagi yang sholat sendirian, dan adapun yang sholat berjama’ah maka berdiri diantara dua tiang seperti sholat menghadap tiang, selesai perkataannya, hal ini perlu diteliti, karena adanya larangan yang khusus untuk sholat diantara tiang-tiang, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Hakim dari haditsnya Anas dengan sanad shahih, dan itu ada dalam kitab sunan yang tiga dan dihasankan oleh Turmudzi, Berkata Al-Muhib Al-Thabari: “ satu kaum memakruhkan sholat diantara tiang-tiang karena adanya larangan dalam hal itu, letak kemakruhannya ketika tempatnya lapang, dan hikmahnya mungkin karena terputusnya shaf atau karena disitu tempat meletakkan sandal (masjid dizaman dulu)”. selesai.
Berkata Imam Al-Qurtubi: “ diriwayatkan sebab makruhnya hal tersebut karena disitu tempat sholatnya para jin mukminin” Fathul Bari (1/578)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: ( tidak makruh bagi imam berdiri diantara tiang-tiang, dimakruhkan bagi para makmum, karena memutuskan shaf- shaf mereka, dan ini dibenci oleh Ibnu Mas’ud , An-Nakha’ie dan diriwayatkan dari Hudzaifah dan Ibnu Abbas, dan dibolehkan oleh Ibnu Sirin dan Malik dan pengikut ra’yu dan Ibnu Mundzir, karena tidak ada dalil yang melarangnya.
Dan kami memilih apa yang diriwayatkan oleh Mu’awiyah bin Qurrah dari ayahnya berkat: “ Dahulu kami dilarang untuk membentuk shaf diantara tiang-tiang dizaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kami diusir darinya dengan paksa”. Hadits riwayat Ibnu Majah . karena itu dapat memutuskan shaf, jika shafnya kecil setara dengan antara dua tiang tidak makruh, karena tidak terputus dengannya) Al-Mughni (2/47)
Syeikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum sholat diantara tiang-tiang, maka beliau menjawab: (apabila diperlukan maka tidak mengapa, namun jika tidak diperlukan maka hukumnya makruh, karena para shahabat radhiallahu anhum dahulu mereka menhindari hal itu) Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin soal no (389)
Demikian juga beliau ditanya tentang hukum memutus shaf dengan tiang-tiang masjid jika penuh dengan jama’ah sholat? Maka beliau menjawab: (tidak ragu lagi bahwa yang paling afdhal untuk shaf-shaf adalah merapat tidak menjauh, inilah yang sunah).
Dan sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan untuk merapatkan shaf-shaf, dan menutup celah-celah shaf. Dan dahulu para shahabat radhiallahu anhum menghindari shaf-shaf diantara tiang-tiang karena dapat memutuskan dari sebagiannya. Akan tetapi apabila diperlukan seperti dalam pertanyaan diatas yaitu masjid penuh dengan jama’ah sholat, maka tidak mengapa dalam keadaan seperti ini untuk membentuk shaf diantara tiang-tiang, karena perkara yang baru memiliki hukum khusus, dan keadaan darurat dan keperluan juga memiliki hukum yang sesuai dengannya) Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin soal no (1063)
Mudah-mudahan Allah Memberikan taufik dan kemudahan untuk melaksanakan setiap sunah, walaupun kelihatannya sepele, karena tidak ada istilah sepele dalam sunah, jika itu shahih perintah Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, apalagi istilah makruh bagi ulama terdahulu lebih bermakna mendekati pengharaman.
Wallahu A’lam bishowab.
(ar/voa-islam)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!