Sabtu, 19 Jumadil Awwal 1446 H / 4 Juni 2011 09:19 wib
1.888 views
Saatnya memahami Islam dan Muslim Amerika
oleh: John L. Esposito dan Sheila B. Lalwani
MUSLIM Amerika perlu mendapat sebuah kesempatan. Ada sebanyak enam hingga delapan juta Muslim yang tinggal di Amerika Serikat dan mengabdi kepada negara ini sebagai dokter, insinyur, seniman, aktor dan profesional, tapi selama satu dasawarsa banyak yang merasa diri mereka dan agama mereka secara keliru dipersamakan dengan tindakan-tindakan teroris seperti Osama bin Laden. Banyak yang telah menjadi korban ketakutan, kecurigaan dan prasangka, aksi hajar Muslim, pengawasan tidak berdasar hukum, serta pencarian, penangkapan dan pemenjaraan ilegal.
Upaya-upaya untuk membangun pusat kajian Islam dan masjid di New York, Wisconsin, Kentucky dan Tennessee telah dipersamakan dengan pembangunan monumen-monumen terorisme. Para tokoh dan politisi terkenal – termasuk Bill O’Reilly, Sarah Palin, anggota Kongres Peter King dan Newt Gingrich – secara terbuka menyudutkan Muslim dan mendorong kecurigaan sosial tidak berdasar terhadap mereka. Hasilnya adalah meningkatnya sikap anti-Islam dan anti-Muslim, yang bisa disaksikan dalam histeria yang memunculkan sebuah gerakan di sekitar 20 negara bagian Amerika untuk melarang syariat Islam.
Berbagai perubahan bersejarah akhir-akhir ini, kematian Usamah bin Ladin dan “Musim Semi Arab”, memberi sebuah peluang untuk membenahi bias anti-Islam dan anti-Muslim (Islamofobia) dan untuk menegaskan kembali bahwa orang-orang Amerika Muslim, sama seperti orang Amerika lainnya, menginginkan Amerika yang aman dan demokratis. Di samping fakta bahwa orang Amerika Muslim telah selama bertahun-tahun harus menjelaskan kalau mereka – ataupun agama mereka – mendukung terorisme.
Berbagai jajak pendapat utama telah secara konsisten menunjukkan bahwa opini masyarakat Amerika tentang Islam tengah turun drastis. Kehebohan seputar rencana pembangunan pusat keislaman (Park 51) di New York City mempertebal kebencian terhadap Islam dan Muslim.
Menurut Pew Forum on Religion & Public Life, minoritas-besar mengatakan mereka tidak tahu apa pun yang positif tentang Islam. Dalam sebuah penelitian, 38 persen orang Amerika punya pandangan buruk tentang Islam, dibandingkan 30 persen yang punya pandangan positif. Penelitian lain yang dilakukan oleh The Washington Post menemukan bahwa citra buruk tentang Islam merambat naik hingga 49 persen di kalangan orang Amerika.
Ketakutan dan kebencian ini telah dikukuhkan oleh ketidaktahuan mendasar publik Amerika dan kesalahpahaman tentang Islam: survei Pew Forum pada September 2010 tentang literasi agama mendapati bahwa hanya sekitar separo orang Amerika tahu kalau al-Qur’an adalah kitab suci Islam.
Ditemukan pula bahwa kurang dari sepertiga orang Amerika tahu kalau sebagian besar orang Indonesia – negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia – adalah Muslim. Yang banyak orang tahu dan takuti adalah stereotipe berdasarkan informasi yang keliru.
Muslim Amerika arus utama telah terlampau sering dipersamakan secara keliru dengan para teroris dan orang-orang yang menolak demokrasi. Muslim Amerika sangat mengharapkan kebebasan-kebebasan yang dijamin oleh Konstitusi AS sama seperti warga lainnya, dan sebagaimana dilaporkan Jajak Pendapat Dunia Gallup di 35 negara Muslim, seperti semua orang Amerika, mayoritas Muslim di dunia menginginkan demokrasi dan kebebasan serta mengkhawatirkan dan menolak ekstremisme agama dan terorisme.
Kegagalan untuk mengenali dan mengapresiasi fakta-fakta ini terus memupuk Islamofobia di Amerika yang mengancam keselamatan, keamanan dan kemerdekaan sipil banyak Muslim Amerika meskipun faktanya, seperti ditunjukkan oleh jajak pendapat Gallup maupun Pew, mereka terintegrasi secara pendidikan, ekonomi dan politik sama seperti orang Amerika lainnya.
Saatnya untuk mengingat dan menindaklanjuti kata-kata Presiden George W. Bush yang menyeru semua orang Amerika agar membedakan antara agama Islam dan perbuatan sekelompok Muslim yang melakukan aksi terorisme.
Saatnya untuk menutup telinga dari para penceramah dan politisi yang mengobarkan kebencian, dan lebih memahami orang-orang Amerika yang Muslim.
###
John L. Esposito, penulis The Future of Islam, ialah Direktur Pendiri Center for Muslim-Christian Understanding di Georgetown University. Sheila B. Lalwani ialah seorang peneliti di pusat kajian tersebut. Artikel diambil dari Kantor Berita Common Ground (CGNews).
Red: Cholis Akbar
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!