Jum'at, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 9 April 2010 09:59 wib
2.185 views
Sulit Memahami Perdebatan Cadar di Prancis
Sarkozy mengatakan, cadar “penghinaan” terhadap perempuan. Sayang, ia tak menyinggung apakah telanjang juga sebuah “penghinaan”
Hidayatullah.com--Perdana Menteri Turki Recep Thayyib Erdogan, hari Rabu (7/4) di Paris menyatakan bahwa ia merasa sulit untuk memahami kontroversi atas jilbab di Prancis. Menurutnya, harusnya tatanan sekuler memungkinkan setiap orang untuk hidup sesuai dengan keyakinannya.
Dalam sebuah wawancara Erdogan mengatakan, "Jika negara sekuler yang berdiri pada jarak yang sama dari semua keyakinan, maka sulit untuk memahami mengapa kontroversi yang berlangsung hari ini," ujarnya dikutip Agence France Presse (AFP).
Dia menambahkan bahwa, Prancis adalah salah satu pilar sekularisme yang paling kental. Prancis adalah rumah bagi enam juta Muslim, masing-masing menaruh kepercayaannya dengan cara mereka sendiri.
Perlu dicatat bahwa mayoritas sayap kanan di Prancis berusaha untuk mempercepat penerapan peraturan untuk mencegah pengenaan cadar di tempat umum seluas mungkin. Parlemen akan membicarakan resolusi ini pada bulan Mei untuk secara terbuka menyatakan oposisi terhadap cadar, dan akan diikuti oleh keputusan pencegahan.
Bersumpah melarang cadar
Sementara itu, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy sebelumnya telah berjanji tetap akan melarang pemakaian cadar di Prancis, pasca kekalahan berat bagi partainya dalam pemilu daerah.
Dalam pidato politiknya, Sarkozy mengatakan, bahwa pakaian islami yang menutupi seluruh tubuh adalah “penghinaan” bagi perempuan.
"Pakaian yang menutupi seluruh tubuh bertentangan dengan martabat perempuan, dan solusinya adalah melarang mengenakannya. Pemerintah akan merancang undang-undang untuk pelarangan tersebut yang sejalan dengan prinsip hukum kami," ujarnya.
Sarkozy tidak memberikan jadwal waktu untuk pemberlakuan peraturan ini kepada parlemen. Namun sumber politik menunjukkan bahwa hal itu bisa terjadi sebelum musim panas.
Jajak pendapat telah menunjukkan penurunan golongan sayap kanan Prancis dan pendukungnya, dan dijelaskan bahwa 6 dari setiap 10 pemilih ingin memenangkan golongan sayap kiri Prancis dalam pemilihan presiden pada tahun 2012.
Tidak ada dasar hukum
Sementara itu, Dewan Nasional Negara Prancis, badan tertinggi peradilan administrasi di negara itu, dalam sebuah laporan yang disampaikan kepada pemerintah, menyatakan bahwa larangan komprehensif cadar tidak memiliki dasar hukum.
Namun, laporan tersebut menambahkan bahwa deteksi wajah tetap wajib dibenarkan di beberapa tempat untuk alasan keamanan.
Dewan Negara mengatakan, dalam laporannya yang disampaikan kepada Perdana Menteri, François Fillon, "Dewan Negara menunjukkan bahwa larangan komprehensif dan larangan pemakaian cadar tidak dapat menemukan dasar hukum yang kuat."
Ditambahkan bahwa, Dewan Negara, di sisi lain mendukung untuk memberikan keamanan publik dan perjuangan melawan pemalsuan yang diperkuat dengan permintaan khusus dari beberapa lembaga-lembaga publik. Baik itu di beberapa tempat, atau sesuai dengan prosedur tertentu."
Pada akhir Januari, Francois Fillon diminta oleh Dewan Negara mengenai usulan solusi hukum agar memungkinkan pemerintah untuk menerapkan pencegahan pemakaian cadar, sehingga menjadi lebih luas dan lebih efektif mungkin.
Belum lama ini, menanggapi Nicolas Sarkozy Catherine Kintzler, seorang profesor filsafat dari Universitas Lille dan penulis Qu'est-ce que la laïcité? (Apa yang Dimaksud dengan Laisisme?) mempertahankan sekularisme bergaya Prancis sebagai satu-satunya pelindung sejati bagi hak-hak keagamaan dan kebebasan pribadi.Prancis yang menetapkan diri sebagai negara sekuler dan bebas, kenyataannya tak benar-benar bebas terhadap hak kaum Muslim. [ismm/sadzali/www.hidayatullah.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!