Demikian salah satu bunyi pernyataan KontraS yang ditandatangani Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar.
“Khusus di Poso, pada Desember 2012, Polisi melakukan kekerasan, penembakan dan penyiksaan terhadap sejumlah orang yang diduga teroris,” demikian rilis KontraS yang diterima redaksi hidayatullah.com, Rabu (12/06/2013).
“Kami khawatir tindakan Polisi ini hanya menumbuh kembangkan ketegangan di Poso paska konflik beberapa tahun lalu,” demikian tulis KontraS.
Sebaliknya, KontraS menilai, pihak Kepolisian gagal dalam membangun kepercayaan warga di Poso untuk terlibat secara aktif dalam proses perang melawan terorisme. Kekecewaan warga yang diapresiasikan dengan membuat portal di jalan merupakan hal yang sering terjadi di Poso setelah proses menindakan di lakukan oleh Polisi.
Dalam catatan KontraS, sejak Medio 2012 hingga saat ini sudah terdapat berbagai tindakan terorisme, penangkapan, dan berbagai kekerasan antara pihak teroris dan Polisi.
Hal ini menunjukan bahwa Poso semakin menjadi daerah kekerasan terorisme dan operasi counter terorisme-nya.
“Kami mendukung operasi penegakan hukum atas tindak terorisme, akan tetapi kami meminta agar operasi tersebut memperhatikan keselamatan jiwa warga sipil dan harus dilakukan dengan prosedur yang tepat. Juga penting adalah memahami psikologis warga Poso sebagai masyarakat paska Konflik.”
Untuk itu KontraS medesak pihak Kepolisian bertindak lebih profesional dengan mengajak segala elemen di wilayah Poso dalam perang melawan terorisme. Penting juga bagi pihak Kepolisian mengkedepankan akutanbilitasnya dalam menjamin pelaksanaan operasi penindakan yang mengutamakan penerapan prinsip-prinsip HAM.*