Untuk kesekian kalinya Yordania menegur Israel atas kebijakan rezim Zionis itu di Palestina. Hari Rabu kemarin, Kementerian Luar Negei Yordania memanggil Duta Besar Israel, Dani Nevo dan menyampaikan protes keras atas pengusiran yang dilakukan militer Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

Militer Israel beberapa hari yang lalu mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa warga Palestina di Tepi Barat yang tidak memiliki dokumen kependudukan resmi dianggap sebagai "penyusup" dan untuk itu harus diusir keluar dari wilayah Tepi Barat. Akibat maklumat itu, sekitar 7.000 warga Palestina di Tepi Barat, kebanyakan asal Gaza, terancam diusir dari Tepi Barat.

Kantor Berita Yordania, Petra melaporkan, Kementerian Luar Negeri Yordania pada Dubes Israel menyatakan mengecam keras kebijakan Israel itu dan Israel harus segera menghentikan pengusiran. Yordania juga menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk tinggal dan bebas bergerak di wilayah tanah airnya dan tindakan Israel merupakan pelanggaran terhadap komitmen Israel yang berstatus penjajah di wilayah Palestina, berdasarkan hukum internasional.

Pemerintah Yordania juga meminta dunia internasional segera mengambil tindakan untuk menghentikan kebijakan-kebijakan sepihak yang diterapkan Israel di wilayah Palestina, karena bisa memicu ketegangan baru di Timur Tengah dan menghambat proses perdamaian.

Rezim Israel Lebih Buruk dari Rezim Apartheid Afrika Selatan

Di tempat terpisah, juru runding Palestina, Saeb Erekat menyebut rezim Zionis Israel lebih buruk dari rezim apartheid yang pernah terjadi Afrika Selatan. Ia mengatakan, seburuk-buruknya rezim apartheid, warga kulit hitam tidak pernah dilarang untuk melintas jalan-jalan yang digunakan warga kulit putih. Tapi rezim Israel, melarang warga Palestina melintas di jalan-jalan yang diklaim milik warga Yahudi dengan dalih melindungi para pemukim Yahudi yang tinggal di wilayah Palestina.

"Jika penjajahan Israel terus berlanjut, desa-desa, kota-kota di Tepi Barat dan kamp-kamp pengungsi akan terkurung di dalam tembok-tembok Israel," kata Erekat.

Ia juga mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu lebih memilih pemukiman yang dibangunnya di atas tanah-tanah milik rakyat Palestina daripada perdamaian. "Perdamaian sudah menemui jalan buntu. Israel telah menyabotase setiap kesepakatan damai berdasarkan solusi dua-negara," tukas Erekat. (ln/prtv)