Sabtu, 29 Jumadil Akhir 1446 H / 28 Desember 2024 21:19 wib
3.298 views
Air Bersih; Antara Monopoli Industri dan Hak Dasar Masyarakat
Oleh: Dewi Royani, MH
Di negeri yang kaya air, paradoks tercipta. Sumber kehidupan telah berubah menjadi komoditas yang diperebutkan, bukan hak yang dijamin. Ribuan kilometer pipa mengalirkan air untuk kepentingan industri, sementara puluhan desa terjepit dalam krisis air bersih.
Persoalan krisis air bersih di Indonesia telah menjadi isu kritis yang berulang setiap tahun. Namun,masyarakat harus bersiap menghadapi kekecewaan yang sama. Seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Krisis air bersih di dua provinsi ini berlangsung selama puluhan tahun tanpa penyelesaian yang memadai. Kondisi ini mendorong seorang perempuan berusia 53 tahun bernama Viyata Devi untuk melakukan aksi nyata. Dia memutuskan melakukan perjalanan mengayuh sepeda dari Jakarta menuju Bali dalam sebuah misi kemanusiaan yang bertujuan membuka akses air bersih di kedua provinsi tersebut. (nationalgeographic.co.id, 07/12/2024)
Kasus tersebut hanya sebagian kecil dari masalah krisis air bersih yang melanda negeri ini.Krisis air bersih sejatinya bukanlah sekadar kebetulan, melainkan hasil dari serangkaian kondisi sistemik yang kompleks. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap krisis air bersih di negeri ini, diantaranya:
1. Monopoli Sumber Mata Air. Fenomena monopoli sumber mata air oleh industri air minum dalam kemasan (AMDK) merupakan persooalan kompleks karena melibatkan kepentingan bisnis, hak masyarakat, dan kelestarian lingkungan. Sejumlah perusahaan besar kerap mendapatkan hak eksklusif untuk mengeksploitasi dan mengelola sumber mata air. Izin yang diberikan seringkali tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kebutuhan masyarakat sekitar
2. Alih Fungsi Lahan. Alih fungsi lahan, terutama deforestasi dan pembangunan infrastruktur yang tidak terkendali, merupakan faktor krusial yang memperparah krisis air bersih. Dampaknya meliputi berkurangnya resapan air, hilangnya fungsi hidrologis hutan, erosi dan sedimentasi, serta pencemaran air.
3. Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS). Pencemaran DAS dapat disebabkan karena pembuangan limbah industri secara masif ke sungai. Pembuangan limbah cair dan padat secara sembarangan ke sungai dapat mencemari air dan merusak ekosistem perairan. Perilaku masyarakat yang membuang sampai ke sungai dan kegiatan pertanian yang tidak ramah lingkungan berkontribusi terhadap kerusakan DAS.
Jika ditelaah secara komprehensif berbagai faktor yang berkontribusi terhadap krisis air bersih, akar permasalahannya adalah penerapan tata kelola liberal yang menganggap air sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Privatisasi tata kelola air menyebabkan AMDK diizinkan menguasai sumber mata air. Sementara masyarakat di sekitar justru menghadapi krisis air.
Selain itu, terjadinya deforestasi secara masif. Perusahaan pemegang HPH diberikan kebebasan untuk menebangi hutan hingga merusak keseimbangan ekosistem. Di sektor industri pengelolaan limbah yang buruk menyebabkan limbah dibuang sembarangan ke sungai dan saluran air. Akibatnya, air menjadi tercemar dan tidak layak digunakan. Kondisi ini memaksa masyarakat untuk bergantung pada perusahaan penyedia air. Air, yang seharusnya menjadi milik umum, berubah menjadi komoditas yang diperjualbelikan demi keuntungan. Kapitalisasi air inilah yang menjadi akar permasalahan krisis air bersih di negeri ini, sebuah negara yang sebenarnya kaya akan sumber air.
Sistem Kapitalisme menjadi biang kerok dari berbagai permasalahan krisis air bersih, maka berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, sehingga statusnya adalah milik umum. Rasulullah saw. bersabda:
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah)
Oleh karena itu, tidak dibenarkan adanya monopoli atau penguasaan sumber air oleh pihak swasta yang dapat menyulitkan akses masyarakat terhadap air bersih. Bahkan, individu pun dilarang menggunakan teknologi pengeboran yang dapat merusak atau mengeringkan sumber air milik orang lain di sekitarnya.
Dalam Islam, negara wajib menjamin ketersediaan air bersih yang berkualitas secara gratis bagi seluruh rakyat. Untuk mewujudkannya, negara akan membangun infrastruktur yang memadai, seperti bendungan dan danau, guna memenuhi kebutuhan air masyarakat. Negara akan mengoptimalkan pemanfaatan berbagai inovasi sains dan teknologi, serta memberdayakan para pakar di bidang-bidang yang relevan, seperti pakar ekologi, hidrologi, ilmu perairan dll.
Negara bertanggung jawab atas tata kelola hutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Hutan merupakan milik umum dikelola oleh negara untuk mencegah deforestasi. Program reboisasi akan dijalankan untuk memulihkan ekosistem. Negara pun akan melakukan edukasi kepada rakyat melalui sistem pendidikan dan departemen penerangan agar seluruh rakyat berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.
Dengan demikian, dalam sistem Islam, negara akan mengerahkan segala daya dan upaya untuk menyediakan akses air bersih bagi seluruh masyarakat. Tindakan ini merupakan wujud.nyata dari ri'ayah negara, yaitu bentuk tanggung jawab dan pemeliharaan negara terhadap kemaslahatan rakyatnya. Wallahua'lam bishawab. (rf/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!