Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 5 Maret 2020 16:52 wib
5.903 views
Panic Buying
Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Di Jakarta terjadi kepanikan. Orang mulai belanja "habis habisan" di supermarket atau mart tempat belanja. Tentu ketakutan dari wabah virus corona. Virus yang mewabah dunia berasal dari Wuhan ini mulai membuat panik warga negeri ini.
Kemarin semua tenang karena betapa "mantap" nya para pejabat meyakinkan warga akan "corona zero" di kita. Bahkan turis pun diundang pakai buzzer alias influencer segala. 72 Milyar disiapkan.
Diplomasi "corona zero" dilakukan para menteri dari kesehatan, perdagangan, hingga keuangan. Presiden pun "kipas kipas" sambil membayangkan duduk di singgasana baru nun jauh disana. Mimpi investasi melimpah dengan aturan yang dipermudah. Banjir tak masalah yang penting pindah pindah dan pindah.
Lalu dunia menggebuk Pak Jokowi. Dubes negara negara Eropa mengingatkan, Amerika bersuara, serta Arab Saudi memblokir visa. Indonesia dituduh negara pembohong. Sulit dipercaya omongan dan kebijakannya. Antara pejabat satu dengan lain saling bantah soal "suspect" corona. Kepalsuan menjadi paradigma.
Akhirnya rontok juga. Di sana sini terlaporkan adanya pasien bahkan sampai meninggal. Sang Presiden tak bisa berbohong terus. Mengumumkan dua orang terserang virus corona. Rakyat mulai menduga jangan jangan memang corona sudah banyak menyerang sana sini. Pengumuman Jokowi adalah resmi. Meski biasanya tak dipercaya rupanya soal corona "dipercaya penuh".
Efek dari tak bisa berbohong lagi ini adalah kepanikan. Warga yang memang lama diajarkan untuk menjadi "penakut" oleh pemimpin negara, menjadi terdampak. Ya itulah kini main borong di pasar dan toko toko. Beras, makanan, hingga Indomie dibabat habis. Panic buying.
Negara dengan klaim "corona zero" seperti yang mulai berubah menjadi "corona goro goro". Corona yang bikin gara gara. Hingga ekonomi merosot yang disalahkan juga adalah corona. Sebentar lagi para menteri teriak semua programnya gagal gara gara virus ini. Radikalisme pun nantinya bakal meningkat akibat corona. Salam Pancasila ikut ikutan terjegal.
Panic buying sebenarnya tak perlu. Ketakutan yang berlebihan merupakan ciri dari lemahnya keyakinan atau keimanan. Virus corona adalah ciptaan-Nya untuk menjewer manusia yang sombong dan berlebihan. Korban mesti menerima dengan sabar. Penguasa pun mesti kembali ke jalan yang benar.
Serangan makhluk tak terlihat membuat panik. Berpegang pada yang ghaib atau tak terlihat adalah keniscayaan. Agama merupakan jalan keselamatan.
Persoalannya adalah maukah negara dan pemimpinnya menjalankan kekuasaan berdasarkan jalan keselamatan berbasis agama? Atau tetap liar memakan harta busuk dan menjalankan kekuasaan dengan kendali setan ?
Buying panic jika tak terkendali akan bergeser pada "selling panic". Raja terpaksa menjual tahta. Rakyat yang membelinya kembali. Kebangrutan ekonomi dan kejatuhan kekuasaan disebabkan oleh corona juga.
Corona adalah pasukan Allah yang tak terlihat.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!