Ahad, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 20 Oktober 2019 19:58 wib
5.266 views
Teori Abu Zahara dan Praktik Audit Lembaga Keuangan Islam
Oleh: Tatu Rahmawati (Mahasiswa STEI SEBI)
Otoritas Jasa Keuangan menyatakan perkembangan keuangan syariah telah menghasilkan beberapa prestasi. Mulai dari banyaknya produk dan layanan, hingga berkembangnya infrastruktur yang menjadi pendukung bagi keuangan syariah.
Sejak beropersinya Bank Muamalat Indonesia keuangan syariah di Indonesia telah berkembang selama lebih dari dua dekade. Di pasar global, Indonesia termasuk sepuluh besar negara dengan indeks keuangan syariah terbesar di dunia.
Walau demikian, pertumbuhan industri keuangan syariah belum mampu mengimbangi industri keuangan konvensional. Pertumbuhan indsutri keuangan syariah menurut OJK hingga mei 2019 sebesar 11,25%. 14 Bank Umum Syariah, dan 22 Unit Usaha Syariah tercatat sebagai lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Roadmap dan peta perjalanan bank syariah telah di susun oleh OJK guna mendorong pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Lembaga keuagan syariah, sebagai salah satu bentuk bermuamalah memiliki tujuan akhir yaitu mencapai maslahah.
Seperti yang kita ketahui, Bank Syariah bersamaan dalam kegiatan transaksi bisnisnya juga menjalankan prinsip syariah. Bank Syariah dalam rangka pengawasan dan memberikan masukan kepada manajemen tentang prinsip syariah memiliki pengawas yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS).
DPS bertugas memastikan bahwa operasi Bank Syariah telah sesuai dengan prinsip syariah dan memeberikan keyakinan kepada nasabah bahwa Bank benar menjalankan prinsip syariah (Karim,1999). Bersamaan dengan laporan keuangan audited DPS menerbitkan pula laporannya.
Selain laporan dari DPS yang diterbitkan guna meyakinkan Bank telah beroperasi sesuai prinsip syariah, peran auditor juga sangat penting dalam hal keandalan laporan keuangan Bank Syariah. Peran auditor dengan kompetensi memadai sesuai dengan kebutuhan profesional akuntan yang mengaudit lembaga keuangan yang menjalankan prinsip syariah.
Selain dalam memastikan keandalan, akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan, menurut Hameed dan Yahya (2005) pentingnya organisasi Islam memiliki audit syariah dalam rangka berkontribusi mencapai tujuan maqashid syariah.
Menururt AAOIFI seorang auditor internal syariah harus memiliki pengetahuan tentang aturan dan prinsip-prinsip syariah. Akan tetapi pengetahuannya tidak harus melebihi pengetahuan Dewan Pengawas Syariah, karena itu auditor tidak berhak memberi opini atas aturan dan prinsip-psinsip syariat.
Khalid dan Harun (2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Competency and Effectivness of Internasional Sharia Audit in Islamic Financial Institution” menyatakan bahwa kompetensi auditor syariah (dalam hal ini mencakup pengetahuan, kualifikasi, pendidikan, keterampila, pengalaman dan pelatihan) menjadi sebuah dasar yang membuat audit syariah menjadi efektiv dengan tujuan akhir dapat mencapai maqashid syariah.
Teori Abu Zahara dalam penelitian Khalid dan Harun (2018) dianggap memiliki tujuan akhir yang sama dengan maqashid syariah yaitu memandang tujuan syariah adalah rahmat bagi seluruh umat. Di dalam teori Abu Zahara ini, ia mengklasifikasikan tujuan menjadi tiga yaitu mendidik individu, membangun keadilan dan mencapai kepentingan umum. Yang nantinya ketiga tujuan ini akan mencapai tujuan akhir yaitu sebuah maqashid syariah.
Keterkaitan tiga tujuan tersebut dengan praktik audit di lembaga keuangan syariah ialah, pertama dalam kegiatan muamalah yang menjadi salah satu tujuan dari mendidik individu ialah mencapai keadilan, dimana seorang auditor diharuskan memiliki karakteristik demikian dalam rangka memvalidasi sebuah laporan keuangan.
Kedua, membangun keadilan dimaksudkan seorang auditor harus menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya, tidak boleh menafsirkan sesuatu dengan asal-asalan karena akan merusak kepentingan orang banyak. Ketiga, mecapai kepentingan umum artinya auditor harus memastikan bahwa kebijakan dan program lembaga keuangan syariah dalam hal kebermanfaatan kepada masyarakat umum menjadi elemen yang harus dipertimbangkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan guna mencapai maslahah bersama.
Pada akhirnya ketiga konsep tujuan Abu Zahara menjadi multidimensi dalam mencapai efektivitas audit syariah. Auditor syariah harus memastikan bahwa transaksi dalam lembaga keuangan syariah wajar dalam semua lini bisnis yang meliputi ketentuan, persyaratan produk dan harga kontrak. Juga auditor syariah harus memastikan semua transaksi tebebas dari unsur negatif yang dapat mengakibatkan ketidakadilan seperti riba, penipuan, perjudian serta korupsi.
Dengan demikian peran auditor menjadi salah satu hal yang bisa mewujudkan cita-cita menggapai maqashid syariah melalui praktik perbankan keuangan syariah guna mencapai hasil akhir yaitu sebuah maslahah.
Dengan perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia yang potensial, hendaknya peran auditor yang mengaudit lembaga keuangan syariah juga memiliki kompetensi khusus yang bisa mengambil rujukan pada konsep Abu Zahara.
Yang nantinya hal ini menjadi salah satu poin yang dapat meningkatkan pertumbuhan industri keuangan syariah bersamaan dengan perbaikan dan pengembangan dalam aspek lain yang juga mempengaruhi. Dengan harapan akhir bahwa yang menjadi tujuan dari sebuah kegiatan muamalah adalah tercapainya maslahah.
Referensi:
https://ojk.go.id
https://katadata.co.id
Khalid & Haron (2018). Competency and Effectivities of Internal Sharia Audit in Islamic Financial Institution. Journal of Islamic Accounting and Business Research.
Peni, (2012). Kebutuhan dan Tantangan Audit Syariah dan Auditor Syariah. Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyyah Yogyakarta.
Shahul A & Yahya R, (2005). The objective and characteristics of Islamic Accounting: preception of Malaysian accountants and accounting academics. Malaysian Accounting Review.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!