Rabu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 10 Juli 2019 10:37 wib
6.724 views
Sekolah Gratis Berkualitas, Mungkinkah?
“Orang miskin dilarang sekolah,” Sepertinya pernyataan ini yang pantas diberlakukan kepada mereka yang menghadapi keterbatasan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Saat menjelang tahun ajaran baru, Para orang tua mulai terbebani dan pastinya akan dipusingkan untuk mempersiapkan berbagai keperluan sekolah anak-anaknya seperti seragam, sepatu, tas, buku-buku dan lain-lainya, tidak hanya bagi yang naik kelas saja terlebih lagi bagi mereka yang baru masuk sekolah, tentunya perlu persiapan yang serba baru.
Bagi orang tua yang tingkat ekonominya pas-pasan tentu akan makin merasa berat dengan semakin mahalnya biaya pendidikan saat ini. Tidak hanya di tingkat sekolah lanjutan, biaya pendidikan tahun ajaran baru juga semakin meningkat setiap tahunnya di berbagai jenjang pendidikan. Fenomena semakin mahalnya biaya pendidikan di Indonesia setiap tahun dirasakan hampir di seluruh lapisan masyarakat. Padahal, setiap tahunnya anak-anak di Indonesia memiliki hak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
Sebelumnya, Indonesia memiliki peraturan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional “bahwa anak yang berusia 7-15 tahun berhak untuk mendapatkan pendidikan minimal pada jenjang dasar tanpa adanya pungutan biaya alias biaya ditanggung pemerintah”. Tapi kenyataan membuktikan yang digratiskan itu hanyalah biaya pendaftaran saja, sedangkan pembebanan biaya pendidikan dalam bentuk lain dengan alasan untuk meningkatkan mutu pendidikan masih berlaku bagi sekolah-sekolah tertentu terutama sekolah swasta. Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia saat ini sudah bukan menjadi masalah baru. Meskipun pemerintah sudah memberikan keringanan melalui beberapa beasiswa bagi siswa yang tidak mampu dan berprestasi tetap saja tidak sesuai dengan standar hidup masyarakat Indonesia saat ini.
Adanya Permintaan dan penawaran yang tidak seimbang dalam dunia pendidikan menjadi faktor utama mahalnya biaya pendidikan saat ini. Seperti layaknya hukum ekonomi jika banyak permintaan sedangkan penawaran cenderung sedikit maka tentu akan mengakibatkan kenaikan harga. Hal itulah yang terjadi pada biaya pendidikan di Indonesia.
Setiap tahunnya banyak anak yang ingin melanjutkan sekolah dan mendapatkan sekolah yang bagus sementara lembaga pendidikan yang memiliki kualitas dan reputasi bagus di masyarakat belum memadai jumlahnya.
Akibatnya sekolah-sekolah yang bagus menjadi rebutan dan membuat biaya untuk masuk menjadi semakin besar. Apalagi, Saat ini dengan diterapkannya sistem zonasi dalam penentuan PPDB tentunya akan makin menambah suram wajah pendidikan karena penerimaan berbasis zonasi jelas akan menuai kontroversi bahkan merusak motivasi dan iklim kompetisi dalam dunia pendidikan.
Kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil dengan disertai kenaikan harga semua kebutuhan hidup adalah buah dari melemahnya nilai rupiah di mata dunia. Sehingga Pemerintah harus melakukan banyak privatisasi pada sektor pendidikan demi meringankan beban utang negara pada APBN. Akhirnya, setiap tahun masyarakat Indonesia harus dihadapkan pada masalah yang sama selalu dipusingkan dengan bagaimana caranya agar anak bisa tetap sekolah, melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi meski biaya pendidikan tahun ajaran baru akan selalu menjadi-jadi.
Karenanya, dibutuhkan kerjasama dan komitmen yang baik antara kebijakan pemerintah, lembaga pendidikan, dan juga masyarakat agar kualitas pendidikan di Indonesia bisa meningkat tanpa harus mencekik para orang tua dengan tingginya biaya pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan tentu tak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang mengadopsi ideologi penjajah “neoliberalisme”. Pemerintah yang semestinya menjadi penggembala bagi rakyatanya, telah berubah fungsi menjadi pengusaha yang hanya memikirkan keuntungan materi semata tanpa mau peduli penderitaan rakyatnya. Di tengah kesulitan hidup yang makin berat akibat kemiskinan struktural, jelas semakin melengkapi kegagalan pemerintah sekuler saat ini.
Sejatinya, Pendidikan adalah tanggung jawab negara, Dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara yang harus disediakan secara gratis. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya yang akan meningkatkan kualitas pendidikan, maka sepenuhnya menjadi kewajiban negara.
Meski pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya khususnya mereka yang kaya untuk berperan serta dalam pendidikan. Melalui wakaf yang disyariatkan,
Dalam Islam, Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan berasal dari sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara, yaitu : (1) Pos fai` dan kharaj, yang merupakan kepemilikan negara. (2) Pos kepemilikan umum, seperti tambang migas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi maka negara wajib mencukupinya dengan cara berhutang yang pelunasannya diambil dari pajak yang dipungut dari kaum muslimin yang mampu.
Jadi, Indonesia sebenarnya bisa saja mewujudkan pendidikan gratis berkualitas dengan potensi sumber-sumber daya alam yang ada seperti kekayaan hasil tambang, hutan, laut dan sebagainya asal saja kekayaan alam tersebut dikelola dengan baik dan benar.
Pendidikan mahal bukan disebabkan tidak adanya sumber pembiayaan, melainkan disebabkan kesalahan pemerintah yang tidak amanah dalam mengurusi rakyatnya dengan menjalankan neoliberalis-sekuler. Tentunya, hanya dengan Islam rakyat akan memperoleh pendidikan formal yang gratis berkualitas dari negara. Sedangkan melalui inisiatif wakaf dari anggota masyarakat yang kaya, rakyat akan memperoleh pendidikan non formal yang juga gratis atau paling tidak murah bagi rakyat.
Perlunya perubahan secara mendasar dan menyeluruh untuk menyelesaikan carut-marut masalah pendidikan dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah yang menekankan bahwasanya harus adanya keseimbangan anatara kualitas, dan kuantitas. Karena pendidikan adalah salah satu hak bagi masyarakat untuk mendapatkannya, dan negaralah yang harus memiliki tanggung jawab untuk memenuhinya agar sekolah gratis berkualitas akan menjadi mungkin kita wujudkan. Wallahu’alam.*
Normaliana, S. Pd
Pengajar di MTsN 2 HSU-Amuntai
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!