Kamis, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 4 Juli 2019 16:50 wib
4.908 views
Sistem Zonasi, Solusi Ilusi?
PENDAFTARAN Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Zonasi untuk SMP dan SMA telah dibuka pada Juni 2019. Adapun alur pendaftaran dilakukan secara online dan hasilnya juga melalui online. Sistem zonasi diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, beberapa hal diantaranya adalah pertama, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda) wajib menerima calon peserta didik berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kuota paling sedikit 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Kedua adalah Domisili calon peserta didik yang termasuk dalam zonasi sekolah didasarkan padaalamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh Mendikbud dengan zonasi ialah meratakan kualitas pendidikan di setiap sekolah, sehingga tidak ada lagi stigma sekolah favorit dan tidak favorit, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi sekolah. Berupaya menjadikan semua sekolah sama baiknya dari Sabang sampai Merauke, khususnya sekolah negeri.
Muhadjir mengingatkan bahwa sekolah negeri adalah fasilitas publik milik negara. Semua warga negara Indonesia berhak menggunakannya. Tidak ada eksklusivitas. Jika ingin anaknya bersekolah dengan lingkungan yang bagus dan tidak mau campur dengan siswa miskin, lanjut Muhadjir, orangtua siswa dipersilakan memilih sekolah swasta yang bagus dan favorit. Dengan konsekuensi membayar lebih mahal. Bagi orangtua dengan kemampuan ekonomi yang kuat, sekolahkan putra-putrinya di sekolah swasta yang berkualitas. Berilah kesempatan kepada masyarakat biasa untuk menikmati pelayanan publik, yaitu sekolah-sekolah negeri,” ucapnya.
Sistem zonasi menggunakan tiga jalur untuk menerima siswanya, zonasi (90 persen), prestasi (5 persen), dan perpindahan orang tua (5 persen) dari daya tampung sekolah. Artinya nilai UN sama sekali tidak digunakan, kecuali jika ada 2 siswa dengan jarak rumah yamg sama, maka siswa dg nilai UN yang lebih tinggi yang lolos. Akibatnya siswa justru malas belajar, karena mereka sudah mengetahui akan dimana dia bersekolah. Jika dulu siswa berebut mendapatkan nilai yang terbaik dengan belajar sungguh sungguh untuk dapat sekolah terbaik, kali ini siswa lebih santai.
Hal demikiam tentu tidak bermasalah jika infrastruktur, pelayanan, fasilitas di setiap sekolah sama. Maka dimanapun tempatnya siswa akan merasa nyaman belajar. Tentu masing masing orangtua siswa menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan yang kualitasnya bagus. Tak heran banyak anak anak desa yang belajar di kota karena memang sekolah di kota memiliki kualitas yang lebih baik. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Nadia Fairuraza Azzahra menganggap niat baik pemerintah dalam menerapkan sistem zonasi belum diiringi oleh persebaran kuantitas sekolah yang merata di seluruh daerah di Indonesia.
Pemikiran pemerintah untuk meratakan kualitas pendidikan seharusnya bukan dengan cara menghapus stigma sekolah favorit, Namun justru harusnya melakukan pembinaan lebih lanjut terhadap sekolah-sekolah yang dianggap 'kurang favorit'. Jika sekolah favorit dihapuskan justru persaingan untuk menjadi yang terbaik tidak ada.
Kemendikbud terinspirasi dari sistem zonasi yang diterapkan di luar negeri seperti Australia, Jepang dan Inggris. Adapun beberapa pendapat yang diungkapkan oleh seorang warga asal Indonesia Riza Tsalasi yang sekarang tinggal di Melbourne tentang sistem zonasi yang dinterapkan di Australia negaranya saat ini.Saya merasa manfaatnya kurang. Kualitas sekolah jadi kurang merata karena tidak semua orang bisa tinggal di daerah dengan zona sekolah yang memiliki nilai akademik baik." katanya. "Untuk tinggal di zona sekolah tertentu, terkadang harga untuk menyewa property apalagi membeli lebih mahal dibanding daerah lain."Kasihan untuk anak yang nilai akademiknya baik tetapi tidak bisa masuk sekolah yang bagus hanya karena zonasi."
Dengan adanya sistem zonasi tersebut, orangtua murid yang ingin agar anak mereka masuk ke sekolah negeri yang dikehendaki sudah mempertimbangkan sejak awal untuk tinggal di daerah yang masuk zona sekolah tersebut. Karena adanya beberapa sekolah yang dianggap mutunya bagus, maka tidak mengherankan bila kemudian harga rumah atau sewa di kawasan-kawasan sekolah bagus tersebut lebih mahal dibandingkan daerah lainnya.
Keberhasilan sistem zonasi PPDB oleh Kemendikbud memang layak dipertanyakan. Mendikbud Muhadjir Effendy boleh saja memiliki tujuan “mulia” dengan sistem zonasi agar mendekatkan siswa dengan sekolah. Namun jika sistem zonasi mengakibatkan banyak anak kehilangan haknya untuk dapat bersekolah di sekolah negeri dengan mutu yang lebih baik, apa yang akan dilakukan kemendikbud? Ini adalah tanggungjawab negara untuk menyelesaikan persoalan pendidikan untuk rakyatnya.
Pendidikan merupakan ibadah. Namun apabila pendidikan tersebut lari daripada sistem pendidikan yang berteraskan syariat Allah, malah menjadikan sistem pendidikan barat sebagai kayu ukur, maka sistem pendidikan tersebut pasti bukan sistem pendidikan terbaik untuk mendidik manusia. Sejarah telah membuktikan bahwa sistem pendidikan terbaik ada pada zaman kekhilafahan. Sudah sepantasnya negara mayoritas muslim ini melihat sejarah kegemilangan pendidikan masa lalu yang diterapkan oleh kepemimpinan Islam (khilafah) dan berusaha menerapkannya kembali pada saat ini.*
Defi Winarsih
Guru tinggal di Surabaya, Jawa Timur
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!