Selasa, 26 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Juni 2019 20:20 wib
3.315 views
Pengaruh Neo-Liberalisme Terhadap Kebijakan Pemerintah
Oleh: Annisa Rahma S.
(Mahasiswa Fisip Ilmu Hubungan Internasional Unpas Bandung)
Pemerintah tengah merevisi aturan terkait Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Rencananya, dalam aturan tersebut akan dibuat beberapa insentif untuk menarik tenaga pendidik asing mengajar di Indonesia. Menurut Sekretaris Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono, revisi aturan tersebut akan memberikan insentif di bidang jasa, seperti pendidikan, ekonomi kreatif, dan kesehatan.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Ellen Setiadi pun menambahkan, revisi dilakukan guna menarik investor masuk. Pasalnya saat ini sudah ada 12 KEK yang beroperasi namun masih dinilai kurang kinerjanya. Ellen menjelaskan nantinya revisi juga membahas untuk pajak orang pribadi luar negeri seperti dosen asing. Pihaknya pun masih menghitung perpajakannya agar tidak merugikan di waktu depan.
Fakta lain yang terjadi dan tentu tidak kalah menarik adalah Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, melepas 45 orang delegasi mahasiswa Indonesia yang akan melaksanakan kunjungan ke China mulai 15 hingga 21 Juni 2019. Kunjungan mahasiswa Indonesia tersebut merupakan respon terhadap undangan pemerintah China yang disampaikan melalui Kedutaan Besar China di Jakarta kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan surat tertanggal 12 Februari 2019.
Seperti yang kita ketahui dalam Studi Hubungan Internasional terdapat beberapa paradigma, dan salah satunya adalah Neo-Liberalisme.
Seperti persfektif Neoliberalisme Institusionalisme seperti yang ditulis oleh Erns B. Haas berjudul Beyond the Nation State : Functionalism and Internasional Organizasion (1964), menyatakan bahwa kecenderungan negara untuk terlibat dalam perang antar-negara dapat diredam dengan cara melakukan berbagai aktivitas yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan yang tidak lagi dilakukan oleh para politisi melainkan dilakukan oleh kaum profesional di bidang teknik atau ekonomi. Dengan kata lain, kerja sama saling menguntungkan akan terwujud apabila lebih melibatkan kaum profesional daripada politisi.
Karya penting lainnya yang juga dikenal sebagai pembawa Neoliberalisme Institusionalisme adalah karya kolaboratif dari Robert Keohane dan Joseph Nye berjudul Powerand Interdepedence (1977). Karya yang muncul pada saat masyarakat dunia sedang menikmati stabilitas relatif di bawah kepemimpinan atau hegemoni Amerika Serikat ini memperkenalkan istilah Interdepedence (saling ketergantungan) yang mendominasi hubungan antar negara, di mana negara-negara di dunia saling terikat dalam hubungan ekonomi, keuangan, dan teknologi yang saling menguntungkan (mutual benefit) manakala ancaman perang terbuka atau agresi militer semakin berkurang.
Terciptanya perdamaian dengatif (Negatif Peace) dalam suasana Perang Dingin, menurut Keohane dan Nye, memberikan kesempatan bagi banyak warga negara di dunia, terutama kelompok negara-negara berkembang untuk menjalin hubungan saling ketergantungan di berbagai sektor, khususnya perdagangan, investasi, energi, teknologi, dan sebagainya.
Hal-hal yang dikemukakan tersebut oleh pemikir Neoliberalism, dapat kita telaah atau bahkan menjadi kunci pembuka pemikiran untuk mengkritisi apa yang menjadi kebijakan pemerintah Indonesia yang tentu akan mempengaruhi perilaku rakyatnya, bahkan sampai kepada tahap pemahaman, yang kemudian lambat laun akan merusak jati diri bangsa Indonesia yang lekat dengan umat beragama, terkhusus Islam.
Dalam hal ini terlihat bahwa kebijakan-kebijakan tersebut seperti melenakan dan akan menguntungkan, namun lagi-lagi hal itu dapat dipatahkan dengan melihat sebab akibat yang menjadi suatu kebijakan tersebut, yaitu hanya berdasar kepada kepentingan semata yang justru malah merugikan umat di dunia.
Dengan adanya tenaga pendidik Asing ataupun dalam bidang lainnya seperti Kesehatan dan teknologi, itu akan sangat merugikan rakyat Indonesia yang tentu belum siap dengan persaingan tersebut, meskipun tenaga asing dibatasi oleh waktu, namun tetap hal itu akan mempengaruhi tingkat pengangguran di Indonesia, karena banyaknya WNA yang masuk silih berganti.
Terlebih paham yang ditularkan oleh tenaga pendidik tersebut tentulah akan menjadi sebuah pemahaman baru untuk rakyat Indonesia. Dan sangat terlihat jelas ketika terdapat sebuah Undangan dari China untuk mahasiswa/i Indonesia agar berkunjung ke negaranya, membuktikan bahwa pemikiran Neoliberalisme tersebut sudah mulai merasuki birokrasi di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bahwa itu semua bagaikan fatamorgana yang tentu tidak akan menghasilkan sesuatu yang membanggakan atau mensejahterakan, karena apa yang menjadi suatu kebijakan tidak berasal dari aturan yang sudah seharusnya. Lagi-lagi berasal dari sebuah pemikiran manusia yang begitu beragam, yang tidak akan pernah menemukan titik keseimbangan yang tepat.
Lain hal dengan aturan yang sudah mutlak dari sang pencipta, Allah Subhanahuwata’ala, yang tentu tau akan segala hal yang terbaik untuk ciptaannya. Begitu juga dengan kebijakan-kebijakan mengenai Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, bahkan Teknologi yang tentu ketika diambil dari pedoman yang seharusnya dalam hal ini Al-Qur’an dan As-Sunnah maka tentu akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Hal ini terbukti dengan melihat sejarah-sejarah yang murni tanpa manipulasi yang diubah oleh para penulisnya, bahwa sejarah yang sesungguhnya mengatakan kebijakan di suatu negara sangatlah makmur, adil, dan tentram, yaitu negara yang tentu menerapkan sistem Islam selama lebih dari 13 Abad, yakni Khilafah Islamiyah telah membuktikan bahwa sistem yang dianutnya adalah satu-satunya pemerintahan yang layak diterapkan di Dunia. Wallahu a‘lam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!