Selasa, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 11 Desember 2018 18:49 wib
5.966 views
Tahun Kegelapan Media
Oleh: M Rizal Fadillah
Judul itu terinspirasi oleh pernyataan teman di salah satu WAG. Ada juga tulisan mengenai pers yang bunuh diri massal. Semua bernada keprihatinan mengenai kuatnya pengaruh pimpinan media atau pemilik modal media terhadap mutu dan isi berita.
Nampak kental pemihakkan pada penguasa dan ketidakberdayaan media untuk menjalankan prinsip jurnalisme yang obyektif. Semua media cetak dan elektronik mainstream bungkam terhadap pemberitaan yang dianggap 'lawan politik' penguasa. Semua berita mengabdi pada kekuasaan.
Media menjadi tak menarik karena menjadi partisan. Partisan menjadikan media berkelas picisan. Malas dibaca malah jengkel buka buka. Untung ada media lain di handphone kita yang terasa lebih up to date dan dinamik. Soal sedikit ada hoax hoax, itu kecerdasan kita sendiri untuk menyeleksi.
Tahun kegelapan dimulai sejak kekalahan ahok yang diprotek media mainstream. Kesininya lebih amburadul lagi. Rakyat apalagi umat merasa ditinggalkan oleh media. Pemerintah mencengkeram dan mendikte. Mendekati gaya pemerintahan di negara komunis. Memang belum ada media yang dibreidel, tapi insan pers sepertinya selalu gemetar untuk memberitakan. Ia telah membreidel dirinya sendiri.
Reuni 212 adalah peristiwa istimewa minim liputan. Padahal media luar negeri antusias memberitakan. TV ciut meliput, surat kabar asal asalan. Luar biasa mental media bangsa nyalinya. Luar biasa pula kolonialisme mencengkeram. Melumpuhkan dan menjadikan bertambahnya kaum disabilitas. Media disability.
Betapa "hebatnya" Pak Jokowi. Dengan berlatar belakang hanya pengusaha meubel, berwajah polos, mencitrakan kesederhanaan, cari kekuatan lewat blusukan, gagap di depan corong media, serta gemar berartifisial milenial, mampu membuat sejarah di negara Indonesia dengan "menggelapkan" media. Prestasi yang seharusnya tercatat dalam museum rekor nya Jaya Suprana.
Meski tak seluruhnya, umat Islam adalah korban dari bungkam dan ketidak adilan media tersebut. Namun demikian umat tetap sabar dalam berjuang melawan tirani manipulasi. Reuni 212 yang besar dan mengejutkan adalah warna lain dari perjuangan itu. Bola masih menggelinding, permainan masih berlangsung. Prediksi dengan strategi "total football" umat Islam akan segera dapat menjebol gawang lawan. Telak.
Ditengah media yang terkooptasi kekuasaan dan kapital, kita merasakan kesedihan insan pers yang masih berjiwa juang dan menjunjung tinggi nilai obyektivitas jurnalisme. Para wartawan yang meliput dan mencatat tapi tak dimuat. Tertekan oleh kebijakan pimpinan.
Tetap sabarlah menumbuhkan semangat profesionalisme yang tergelapkan itu. Engkau sama dengan saudara saudaramu yang lain. Sama dengan kita yang memandang dengan pandangan kecewa. Para pemimpin yang sedang berbuat zalim.
Akan ada momen untuk bangkit dan menguak kegelapan. Matahari pagi akan bersinar lagi.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!