Senin, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 12 November 2018 20:20 wib
4.360 views
Menggali Bendera yang Terkubur
Oleh: Pahriati (Guru di Tabalong)
Pada akhir abad ke 18, Perang Dunia I berakhir. Kekhilafahan Islam mengalami kekalahan. Satu per satu negeri muslim yang berada dalam kekuasaannya memisahkan diri -atau lebih tepatnya dipisahkan- dari kesatuan Daulah Khilafah.
Puncaknya pada tanggal 13 Maret 1924 M/28 Rajab 1342 H, Daulah Khilafah dihapuskan. Khalifah Abdul Majid II beserta keluarga diusir. Turki Usmani yang menjadi pusat terakhir Kekhilafahan dibubarkan. Untuk gantinya didirikanlah Republik Turki dengan Mustafa Kemal sebagai pemimpinnya.
Setelah Khilafah dibubarkan, kaum muslim terpecah menjadi negeri-negeri kecil. Mereka dibatasi oleh sekat-sekat nasionalisme kebangsaan. Kesatuan wilayah Daulah Khilafah yang menguasai 2/3 dunia dipecah menjadi lebih dari 50 negara kecil.
Kaum muslim di negeri yang satu dipisahkan dengan muslim di negeri lainnya. Mereka tak lagi memperhatikan nasib saudaranya, karena mereka sendiri disibukkan dengan berbagai masalah di dalam negeri. Padahal kaum muslim itu laksana satu tubuh. Seharusnya di saat satu bagian merasa sakit, maka yang lain turut merasakannya. Namun rasa itu telah diamputasi.
Ketiadaan Khilafah membuat kaum muslim lemah tak berdaya. Sebagian dijajah secara fisik, diperangi secara langsung. Sebagian lagi dijajah secara non fisik. Sumber daya alamnya dikeruk. Sadar atau tidak, manusianya diperbudak. Generasinya diracuni dengan berbagai ide sesat yang menghancurkan. Ajaran Islam dan simbolnya dihinakan. Ulamanya dikriminalkan. Kaum muslim berada dalam nestapa yang tak berkesudahan.
Sejak itu pula, bendera pemersatu Al-Liwa dan Ar-Rayah telah dikubur, berganti dengan bendera ashabiyah kebangsaan dan kesukuan. Lantas banyak di antara kaum muslim sendiri yang tak mengenal benderanya. Mereka menuduh bendera tauhid tersebut sebagai lambang radikal, teroris, ISIS, termasuk mengatakannya sebagai bendera HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).
Kenangan akan Kekhilafahan Islam dihapuskan. Sejarahnya banyak yang diputarbalikkan. Akhirnya banyak kaum muslim yang melihat sejarah Daulah Khilafah sebagai sesuatu yang buruk. Sebagian lagi menganggapnya sekadar romantisme masa lalu yang tidak mungkin berdiri kembali.
Sejarah ini perlu untuk kita luruskan. Kaum muslim perlu diingatkan bahwa mereka pernah memiliki sebuah negara super power yakni Daulah Khilafah. Daulah (negara) Islam tersebut didirikan oleh Rasulullah SAW ketika beliau hijrah ke Madinah. Sejak saat itu kaum muslim menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, dalam urusan individu, keluarga, masyarakat dan pemerintahan.
Setelah Rasulullah SAW wafat, kepemimpinan beliau digantikan oleh Khulafaur Rasyidin. Lantas setelahnya kepemimpinan beralih pada Bani Umayyah, Bani Abbasyiyah dan Bani Usmaniyah. Wilayah kekuasaan yang tergabung dalam Daulah Islam terus meluas hingga 2/3 dunia. Meski mengalami pasang surut, namun saat itu hukum Islam tetap dilaksanakan oleh negara.
Di masa Kekhilafahan, Islam menjadi mercu suar dunia, menjadi cahaya di tengah kegelapan, membangun peradaban yang gemilang. Masyarakatnya (muslim dan non muslim) terlindungi dan terjamin kehidupannya. Umat Islam pun disegani oleh umat lainnya. Semua berlangsung hingga 13 abad lamanya. Namun semua sirna saat institusi pemersatu itu runtuh.
Beragam upaya dilakukan oleh kaum muslim guna mengembalikan masa kejayaan tersebut. Salah satunya muncul gerakan dakwah yang bernama Hizbut Tahrir. Gerakan dakwah ini bertujuan untuk mengembalikan kehidupan Islam (li isti'nafil hayatil Islam). Menyerukan seluruh elemen umat agar menerapkan Islam kaffah melalui penegakan Khilafah yang berjalan pada metode kenabian.
Ide pemikiran (fikrah) yang dibawanya berlandaskan pada Al-Quran dan As-Sunnah. Metode (thariqah) dakwahnya mencontoh pada jalan dakwah Rasulullah SAW. Maka tak ada yang salah dalam perjuangannya.
Jubir HTI, Ustaz Ismail Yusanto menjelaskan bahwa HTI tidak memiliki bendera. Bendera yang sering dipakai dalam kegiatannya adalah Al-Liwa dan Ar-Rayah. Dan HTI tidak pernah mengklaimnya sebagai bendera HTI. HTI memang mempunyai logo yang menyertakan Ar-Rayah. Namun logo itu tidak pernah dicetak menjadi bendera. (tirto.id, 23/10/2018)
Dalam setiap kesempatan HTI berusaha mengingatkan umat Islam akan bendera yang dimilikinya. Menggali bendera yang telah lama terkubur. Kemudian berusaha agar bendera yang menjadi lambang kemulian dan keagungan tersebut bisa dijunjung tinggi kembali.
Jadi jelas bahwa bendera hitam yang bertuliskan kalimat Laa Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah yang kemarin dibakar oleh sekelompok orang, bukanlah milik HTI. Bendera itu adalah bendera Islam, panji Rasulullah SAW, milik kaum muslim. Bendera hitam disebut Ar-Rayah, sedangkan bendera putih disebut Al-Liwa. Banyak hadits yang menjelaskan tentangnya.
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: "Rayahnya (panji) Rasulullah SAW berwarna hitam, sedangkan liwa'nya (bendera) berwarna putih, tertulis di atasnya kalimat Laa Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah." (HR Ath-Thabrani)
Maka sangat aneh jika ada yang memaksa HTI mengakui Al-Liwa dan Ar-Rayah sebagai benderanya. Harusnya mereka justru merasa marah jika HTI mengklaim bendera umat Islam sebagai miliknya sendiri.
Wajarlah jika kemudian kaum muslim marah saat mengetahui ada sekelompok orang yang membakar simbol Islam tersebut sambil bernyanyi dan menari penuh kebanggaan. Padahal jelas di situ tertulis kalimat tauhid yang agung. Kalimat yang harusnya dijunjung tinggi, baik secara harfiah maupun maknawi.
Kita memang harus waspada terhadap upaya memecah belah persatuan umat Islam. Tidak membalasnya dengan tindakan anarkis. Namun kita harus tetap mengawal kasus ini agar bisa diselesaikan dengan tuntas. Agar kejadian yang sama tak terulang. Karena jika umat diam, maka pelecehan terhadap Islam akan terus terjadi.
Semoga berbagai kejadian yang menimpa umat Islam makin menyadarkan arti penting persatuan. Mari tanggalkan baju ashabiyah (kekelompokan), ganti dengan ukhuwah Islamiyah. Bergandengan tangan melakukan perubahan. Menebarkan rahmat Islam ke semesta alam. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh! [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!