Rabu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 10 Oktober 2018 07:47 wib
6.488 views
TNI dan Umat Islam Maung Bangsa
Oleh: M Rizal Fadillah
(Ketua Masyarakat Unggul Maung Institute Bandung)
Bangsa kini menghadapi krisis yang cukup kritis, ini efek dari cara pengelolaan negara yang dinilai tidak benar serta musuh dan penghianat negara yang semakin mendominasi.
Masalah ekonomi memprihatinkan. Di samping hutang yang 'salaput hulu' menenggelamkan juga harga dan tarif yang melambung tinggi. Demikian juga pengangguran, tingkat kemiskinan, nilai tukar rupiah serta perampokan hasil alam kita yang dibiarkan dengan dalih investasi. Semua menggoncangkan.
Masalah budaya dan agama ada nuansa pembenturan. pengagungan kultur 'asli' nusantara menggeser supremasi agama. Bila tak mampu menggeser, maka sinkretisme adalah sintesisnya. Mengingatkan penguasa komunis yang melakukan apa yang disebut dengan revolusi kebudayaan dalam rangka menepikan dan menindas agama.
Agama adalah candu, agama menjadi impian masa depan, tak perlu menjadi dasar untuk membangun negara masa kini, agama untuk agama, negara biarlah mengurus dirinya sendiri tanpa agama. Pancasila tanpa ketuhanan, karena yang terpenting adalah kebangsaan atau kerakyatan. Kerakyatan yang bukan demokrasi melainkan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan sang pemimpin.
Inilah masalah politik kita, demokrasi yang terkebiri. Proses politik arus bawah yang dibuat tumpul dan otoritarian atau politik oligarkhi menjadi warna dari kekuasaan yang sangat materialistik.
PKI yang dulu sensitif, sekarang mulai dibiarkan untuk memulihkan dirinya. Buku bangga jadi anak PKI bebas beredar, beberapa kader PDIP dikader oleh Partai Komunis Cina, peraturan perundang undangan yang melarang komunisme digoyang goyang juga. Vokalis pengkritik PKI Bambang Tri dan AlfianTanjung dipenjara.
Kivlan Zen harus bersuara lebih keras menghadapi fitnahan terbuka Bejo Untung. Sungguh di atmosfir rezim ini PKI dan komunisme agak menghirup udara segar. Penayangan film G 30 S PKI menghadapi penghambatan serius. Nampaknya ada upaya untuk memutar balikkan sejarah.
TNI khususnya TNI AD dan kekuatan umat Islam merupakan pilar penghancuran PKI masa lalu. Kini kekuatan itu harus kembali menggalang kebersamaan. Ada tantangan serupa yang dihadapi meski dalam bentuk yang berbeda. Kolaborasi musuh negara seperti komunisme, demokrasi terpimpin, gerakan dominasi china, syi'ah, pengusaha pemburu rente, penjual aset negara, serta kaum sekular Islamo phobia, mesti diantisipasi demi keamanan dan stabilitas negeri. Rezim yang dikungkung para kolaborator.
Pilpres 2019 adalah momentum yang diperebutkan oleh berbagai kepentingan untuk menjalankan misi nya. Jika tidak digebrak atau dilawan oleh kekuatan signifikan, para pemburu atau pendompleng atau pula perampok kekuasaan itu akan nyaman mengendalikan negara ini. Kondisinya serius.
Saatnya TNI dan Umat Islam harus menjadi 'maung' yang mengaum, agar para pencoleng itu lari dari lingkaran kekuasaan. Terkam para penghianat negara dengan proses hukum yang berujung pada hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka.
Jika tak ada sikap tegas dan konsolidasi masif atau hanya menganggap situasi aman aman saja, berjalan di trek nya, tak ada yang perlu dikhawatirkan, maka bersiaplah besok akan terjadi perubahan politik yang mengejutkan NKRI bukan lagi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi menjadi Negara Kebangkrutan Republik Indonesia atau jangan jangan juga bisa Negara Komunis Republik Indonesia. Kita harus mencegahnya bersama! [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!