Selasa, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 2 Oktober 2018 05:35 wib
3.310 views
Haruskah Asuransi yang Jadi Solusi?
Oleh: Nafisah Mumtazah
Layanana kesehatan gaya baru telah di hadirkan pemerintah melalui, BPJS(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Sebagaimana termaktub dalam UU. No 24 Tahun 2011 Pasal 3, program ini bertujuan mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta dan/ anggota keluarganya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk indonesia.
Dengan iming - iming tujuan inilah, kehadiran BPJS cukup mendapat respon positif di tengah - tengah masyarakat. Apalagi bagi kelas menengah ke bawah. Kehadirannya dianggap sebagai angin segar di tengah - tengah himpitan ekonomi dan melambungnya biaya kesehatan. Mereka tidak keberatan walau di haruskan setor iuran setiap bulannya. Harapannya, iuran tersebut bisa sedikit meringankan beban mereka di masa mendatang.
Namun ternyata mimpi tak seindah yang di bayangkan. Untung tak dapat di raih, malang tak dapat di tolak. Fakta lapangan nyatanya tak sesuai dengan apa yang di janjikan. Terjadi perbedaan sangat signifisikan antara pelayanan yang di terima pengguna BPJS dan umum, di mana pasien BPJS seringkali di nomor duakan oleh pihak layanan kesehatan.
Hal ini dirasakan langsung Ryan (38), warga Kecamatan Plaju, PALEMBANG. pria malang itu menyampaikan merasa sangat tersiksa dengan kurang cepatnya pelayanan tenaga medis sebuah rumah sakit. Mulai dari antrian lama saat mendaftar berobat menggunakan kartu BPJS kesehatan, stok obat rumah sakit, hingga sulitnya mendapat kamar rawat inap.
"Kami sudah tahu bahwa tarif BPJS akan naik dan tidak ada masalah. Tapi jujur saja, layanan BPJS di rumah sakit sangat mengecewakan dan keluhan ini saya kira bukan saya saja", di lansir dari okezone(17/3).
Usut punya usut, kabarnya pihak BPJS belum melakukan pembayaran ke beberapa pihak RS. Seperti yang di lansir Teropong Senayan(18/9), sebuah spanduk di RSUD Panyambungan di Kabupaten Mandaling Natal, Sumatra Utara menjadi pusat perhatian publik. Pada spanduk berlatar putih itu, di tuliskan bahwasanya pihak BPJS belum membayarkan jasa medis dari pasien peserta BPJS. Kurang lebih Rp 15,4 milyar.
Parahnya,BPJS, kini sedang mengalami defisit hingga Rp 9 triliun. Sebagaimana yang di ungkapkan Mentri Kesehatan Nila Moeloek. Dan direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris meluruskan anggapan tersebut.
"Begini, prinsip program ini adalah anggaran berimbang.Jadi Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Dewan jaminan Sosial Nasional (DJSN) itu bersama-sama menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan, " kata Fachmi, dalam konferensi pers yang di gelar di kantor BPJS Kesehatan,Jakarta Pusat.
Artinya,lanjut dia, pendapatan dan pengeluaran harus seimbang. Pendapatan bisa seimbang di dapatkan dari iuran dan sumber dana lain. Di lansir dari Kompas.com (15/8).
Sungguh, kenyataan pahit inilah yang di terima peserta BPJS. Bagaimana tidak? Mereka sudah membayar iuran tiap bulan, uang tidak bisa ditarik lagi, saat sakit datang pelayanan tidak sesuai harapan. Ibarat kata sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Layanan kesehatan berbasis asuransi sebagaimana BPJS adalah bentuk pelepasan tanggung jawab negara terhadap rakyat, dalam hal ini kesehatan. Pelayanan kesehatan di lihat dari nilai keuntungannya, bukan sebagai tanggung jawab kemanusiaan. Inilah buah dari skulerisme kapitalisme. Sekulerisme telah menguasai hampir seluruh lini kehidupan sehingga negara pun di atur tanpa syariat. Sebagai gantinya asas maksimalisasi keuntungan dalam kapitalisme pun menjadi landasan pelayanan kesehatan.
Syariat Islam menetapkan kesehatan merupakan hak bagi setiap warganegara dan menjadi kewajiban bagi negara untuk memenuhi hak tersebut sebaik-baiknya. Karena negara berkewajiban untuk membelanjakan anggaran untuk kesehatan. Jika dana yang tersedia tidak mencukupi maka pajak kekayaan akan di kenakan pada umat Islam untuk memenuhi devisit anggaran.
Indonesia merupakan negeri yang kaya, Gemah Ripah Lohjinawi. Sayangnya, sistem kapitalisme menjadikan kekayaan tersebut tak membawa manfaat bagi umat. Kekayaan terkuasai pemilik modak mayoritas masyarakat.
Inilah saatnya mewujudkan perubahan hakiki bagi negeri. Sistem kehidupan yang di atur dengan syariat akan membawa kebaikan di setiap lini. Pendidikan, kesehatan, keamanan gratis bukan hanya mimpi.
Negara berdaulat dan menjadi mercusuar dunia yang menyebarkan Rahmat ke seluruh alam. Inilah gambaran Daulah Islam yang menerapkan syariat kaffah. Insya Allah akan hadir dalam waktu sebentar lagi, bi idznillah. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!