Kamis, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 12 Januari 2017 21:54 wib
6.121 views
Waspadai Upaya Deradikalisasi Islam
Oleh: Nia Amalia (Alumnus IPB Angkatan 35)
Polisi menciduk empat orang terkait rencana aksi teror bom bunuh diri di depan Istana Merdeka, Jakarta, kemarin, Sabtu 10 Desember. Mereka ditangkap di tiga tempat yang berbeda, Bekasi Jawa Barat, Kalimalang Jakarta Timur, dan Karanganyar, Jawa Tengah. Salah seorang yang ditangkap di Jalan Bintara Jaya VIII, Bekasi, Jawa Barat, berjenis kelamin perempuan yakni Dian Yulia Novi, mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Singapura.
Pengamat terorisme Sidney Jones mengakui bahwa adanya perempuan yang terlibat dalam gerakan terorisme tersebut adalah hal baru. Tapi memang, hal itu disebutnya juga sudah lama diperkirakan oleh banyak pihak termasuk oleh Kepolisian. "Ya hal baru tapi long expected . Itu Imbas perempuan di ISIS yang ingin mendapatkan peranan lebih aktif daripada sebelumnya dibanding laki-laki," ujar Sidney kepada VIVA.co.id, Minggu 11 Desember 2016.
Di tahun 2015 Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat telah terjadi tiga aksi teror bom di wilayah hukum setempat dalam kurun hingga Fe,bruari 2015. Kasus yang berhasil diungkap itu ialah teror bom ke Kantor Voice of America di Jakarta pada Januari 2015, dan kasus kedua yang diungkap adalah teror bom di Mustikajaya Kota Bekasi pada Februari 2015. Teror bom di kantor VOA dilakukan tersangka yang masih berusia muda karena alasan iseng. Sementara teror bom di Bekasi dilatarbelakangi sakit hati pelaku kepada korban yang akan diincarnya(antaranews.com).
Di tahun 2014 pelaku teror bom di depan Polres Kutai Kartanegara, Iwan Wahyudi (32), tertangkap di Masjid Al Kafi, jalan Mulawarman RT 15, Kelurahan Lamaru, Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan. Pelaku langsung digelandang ke Polres Kukar. "Pelaku adalah seorang guru yang berstatus PNS. Namun dia memiliki kartu keterangan sakit jiwa dari Rumah Sakit Atma Husada Mahakam Samarinda. Dia mengatakan, motif pelaku menebar teror bom hanya sekadar iseng (Tribunnews.com).
Motivasi Teror Bom :
1. Uang
Tersangka bom Gereja Katolik Stasi Santo Yosep Medan berinisial Ivan Armadi Hasugihan (18), nekat melakukan teror lantaran diimingi uang sebesar Rp10 juta dari seseorang. IA bertemu dengan seseorang tidak dikenal. Kemudian ada komunikasi di antara keduanya yang akhirnya disepakati sesuai arahan yang diberikan orang tersebut ke IA. Kalau mau uang Rp10 juta harus melakukan sesuai dengan yang disebutkan bersangkutan.
2. Sakit jiwa
Jajaran Polrestabes Semarang membekuk pelaku ancaman teror bom Supermarket Java Mall, Kota Semarang. Setelah diselidiki, pelaku melakukannya karena sakit hati kepada orangtuanya karena tidak diberi jatah uang bulanan.Pelaku mengalami gangguan jiwa dan saat ini sedang dalam perawatan. Ada bukti rawat jalan. Polisi akan panggil psikolog guna memeriksa kejiwaan pelaku.
3. Matisyahid
Padahalnampakjelasperbedaanantaratujuanterorismedenganmatisyahid. Syahid (kata tunggal Bahasa Arab : ﺷَﻬﻴﺪ , sedangkan kata jamaknya adalah
Syuhada , Bahasa Arab : ﺷُﻬَﺪﺍﺀ ) merupakan salah satu terminologi dalam Islam yang artinya adalah seorang Muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan Allah membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah.(Wikipedia.org). Istilah teroris oleh para ahlikontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Oleh karena itu tidak tepat jika istilah terorisme dilekatkan dengan upaya perjuangan Islam sesungguhnya. Dengan adanya istilah deradikalisasi juga tampak semakin menyudutkan Islam. Islam sebagai agama yang mengatur politik dan spiritual telah menjelaskan mengenai masalah jihad, politik, dan spiritual dalam proporsi yang jelas dan tegas. Tidak benar jihad disamakan dengan aksi bom teror. Sama halnya dengan menyamakan antara pembinaan Islam kaffah dan deradikalisasi.
Pembinaan Islam Kaffah bukanlah Deradikalisasi
Secara bahasa deradikalisasi berasal dari kata radikal yang mendapat imbuhan de dan akhiranisasi. Radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya akar. Jika ada ungkapan “gerakan radikal” maka artinya gerakan yang mengakar atau mendasar, yang bisa berarti positif atau negatif. Dalam kamus, kata radikal memiliki arti; mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir dan bertindak (KBBI, ed-4, cet.I.2008).
Deradikalisasi dibangun atas asumsi, bahwa ada ideologi radikal yang mengeksploitasi faktor kompleks yang ada (kemiskinan, keterbela-kangan, marginalisasi, pemerintahan otoriter, dominasi negara super power, globalisasi, dsb). Ideologi ini melahirkan spirit perlawanan dan perubahan dengan tindakan-tindakan teror ketika jalan damai (kompromi) dianggap tidak memberikan efek apapun. Karena itu, ideologi radikal ditempatkan sebagai akar sesungguhnya dari fenomena terorisme. Dalam kerangka pandangan seperti inilah deradikalisasi dimanifestasikan (hizbuttahrir.or.id).
Bahaya dari deradikalisasi bagi ummat adalah semakin jauhnya ummat dari pemahaman Islam kaffah. Dimana Islam selalu dijauhkan dari unsur politik dan negara. Pada akhirnya sekulerisme tetap bercokol didalam pemikiran ummat. wallohua'lam. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!