Selasa, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 29 Desember 2015 04:59 wib
6.370 views
Bencana Tanpa Jeda, Islam Solusinya!
Oleh: Hanum Hanindita (Guru SD Khoiru Ummah 25 Bekasi)
Sahabat VOA-Islam...
Tahun 2015 segera berakhir, namun kinerja pemerintahan meninggalkan pekerjaan rumah yang begitu banyak. Salah satunya adalah permasalahan bencana yang dihadapi oleh Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat ada 240 warga tewas akibat bencana alam yang terjadi sepanjang tahun 2015.
Data yang didapat hingga 14 Desember lalu ini menemukan bahwa sebanyak 64 persen dari angka tersebut merupakan korban bencana longsor. Jenis bencana yang paling mendominasi yakni jenis hidrometerorlogi seperti banjir, longsor dan puting beliung.
Provinsi Riau menetapkan status siaga banjir dan longsor seiring meningkatnya intensitas hujan. Status banjir ini berlangsung hingga akhir Desember nanti. Seperti yang kita tahu, Riau baru saja lepas dari bencana kabut asap.
Pemerintah Tidak Serius
Angka bencana yang terjadi di Indonesia semakin tahun terus meningkat. Lepas dari bencana yang satu, kemudian menghadapi lagi bencana berikutnya. Setiap terjadinya satu bencana, pasti akan meninggalkan banyak pekerjaan rumah. Misalnya, kehilangan anggota keluarga, tempat tinggal bagi warga atau fasilitas umum yang rusak, kesehatan masyarakat yang terganggu, kesulitan mendapatkan makan dan air bersih, lambatnya diturunkan bantuan pemerintah, terganggunya aktivitas publik dan masih banyak lagi. Ujung-ujungnya semua bencana ini memberikan kerugian dan penderitaan bagi masyarakat.
Akan tetapi, melihat ini semua pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman yang ada. Setiap bencana terjadi, tidak ada solusi tuntas yang diberikan oleh pemerintah. Ibarat sebuah rumah yang beratap bocor rusak dan parah saat menghadapi musim hujan, yang dilakukan hanyalah mencari wadah yang mampu menampung air hujan, tanpa mengganti atap yang sudah rusak dengan yang baru. Begitulah gambaran kinerja pemerintah dalam menangani berbagai kasus ini.
Upaya-upaya yang dilakukan, tidak serius. Hal ini bisa dibuktikan dari anggaran yang disediakan untuk penanganan bencana hanya 150 milyar. Ditambah lagi pemerintah, tidak bersegera untuk bekerjasama dengan para ahli untuk menanggulanginya supaya tidak semakin parah. Upaya pemerintah menurunkan bantuan-bantuan juga terkesan lambat. Seirngkali, para korban terlunta-lunta menanti bantuan yang tak kunjung datang. Ujung-ujungnya mengandalkan LSM-LSM yang ada untuk mendapatkannya. Peran negara begitu minimalis.
Ketika bencana terjadi, rakyat kehilangan pelindungnya dan kebingungan mencari pertolongan kepada siapa. Lantas, sampai kapankah bencana ini akan terus terjadi?
Padahal Rasulullah bersabda “Sesungguhnyalah seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya.” (HR.Muslim).
Kini, perisai itu tidak ada. Ketika bencana terjadi, rakyat kehilangan pelindungnya dan kebingungan mencari pertolongan kepada siapa. Lantas, sampai kapankah bencana ini akan terus terjadi? Bagaimana nasib rakyat dan negeri ini jika negara terus-terusan tidak peduli ?
Solusinya Kembali Pada Islam
Melihat begitu banyaknya bencana yang terjadi pada 2015 ini dapat disimpulkan bahwa ini semua adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri. Ketika manusia melalaikan aturan Allah SWT maka hanya akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Allah SWT berfirman :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS ar-Rum [30]: 41)
Dalam hal ini, apalagi kalau bukan penerapan sistem sekuler, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia dan pengatur kehidupan. Banyaknya bencana tanpa jeda yang terjadi di negeri ini semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali ke jalan yang benar, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT, dan meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi busuk, terutama kapitalisme yang nyata-nyata telah sangat merusak dan merugikan umat manusia.
Allah SWT telah menegur keras bagi siapa saja yang lebih menghendaki hukum jahiliyah daripada hukum Allah SWT untuk mengatur kehidupan mereka. “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”(TQS al-Maidah [5]: 50).
Dari sini telah jelas bahwa bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari datangnya bencana yang senantiasa melanda negeri ini, kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya berasal dari Zat Maha Baik, yakni Allah SWT. Itulah syairat Islam. Adapun pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu.
Tentu kita semua selalu mengharapkan terwujudnya kehidupan yang dipenuhi dengan kebaikan, terhindari dari bencana, keamanan dan kenyamanan. Singkatnya, kita tentu mengharapkan kehidupan yang berlimpah dengan keberkahan. Allah SWT juta telah berjanji akan memberikan itu semua, tatkala kita mau tunduk dan patuh terhadap aturan Islam. “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (TQS al-A’raf [7]: 96)
Sikap Kita
Untuk itu semua, kita harus mewujudkan keimanan dan ketakwaan penduduk negeri. Wujud nyatanya adalah dengan menerapkan Islam secara total dan menyeluruh di bawah sistem khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Untuk itu semua diperlukan usaha sungguh-sungguh dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta kerjasama dari seluruh komponen umat Islam di negeri ini untuk menghentikan penerapan sistem kufur yang sedang melanda.
Inilah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta sehingga berbagai kerusakan dan bencana bisa dihapuskan di muka bumi. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!