Selasa, 26 Jumadil Akhir 1446 H / 29 Juli 2014 15:40 wib
12.651 views
Taqwa, Idul Ftiri, dan Hakikat Kemenangan Islam
Sahabat Voa-Islam yang Dirahmati Allah SWT....
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183, disebutkan secara jelas bahwa tujuan ibadah shaum ramadhan ini adalah menjadi orang-orang yang bertaqwa. La ‘allakum tattaquun. Pertanyaannya kemudian adalah seperti apakah orang yang bertaqwa? Untuk bisa menjawabnya, caranya denga melihat bagaimana ciri-cirinya, yang bisa kita lihat dalam al-qur’an, yang salah satunya terdapat pada surat Ali Imran ayat 133-136 berikut ini.
[133] Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
[134] (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
[135] Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Berdsarkan surat Ali Imran ayat 133-135 di atas tersebut, Allah Subhanahu Wa Ta’ala setidaknya menyebut ada lima karkter atau ciri orang yang bertaqwa itu.
Ciri pertama orang bertaqwa adalah alladzina yungfiquuna fiis sarroooi wad dorroooi. Orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit. Sederhananya, orang bertaqwa itu tidah hanya beinfaq saat dalam keaadaan belimpah harta dan benda saja, melainkan saat sedang kekurangan harta dan benda pun orang-orang bertaqwa tetap berinfaq, membelanjakan hartanya di jalan Allah.
Berinfaq saat keadaan berpunya itu menjadi hal yang biasa, namun berinfaq ketika sedang dalam keadaan sulit tentu merupakan sesuatu yang luar biasa, sehingga tidak banyak yang melakukannya. Sehingga, kita juga jangan hanya mudah berinfaq ketika ramadhan saja, namun setelah ramadhan pun kita juga tidak sulit untuk berinfaq di jalan Allah SWT.
Ciri kedua orang bertaqwa adalah wal kaadzimiinal goidz. Dan orang-orang yang menahan amarahnya. Untuk menggambarkan betapa mulianya sifat menahan amarahnya, dengarkanlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW yang kita cintai dalam beberapa sabdanya.
Dari Abu Hurairah Radiyallahu’anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda :
“Bukanlah orang yang kuat itu yang menang saat berkelahi, akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menahan dan menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan pernah Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda :
“Sesungguhnya marah itu dari setan dan sesungguhnya setan diciptakan dari api dan api itu bisa di padamkan dengan air, maka bila salah seorang diantara kalian dibikin marah (oleh syaiton) maka berwudulah.” (HR. Abu Dawud)
Juga Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda :
“Barangsiapa yang mampu menahan emosi kemarahannya walaupun dia sebetulnya mampu untuk melampiaskannya maka, Allah akan memenuhi orang tersebut dengan rasa aman dan keimanan.” (HR Ibnu Jarir)
Ciri ketiga orang bertaqwa adalah wal ‘aafiina ‘anin naas. Memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan orang lain itu lebih sulit dibandingkan dengan meminta maaf. Untuk itu memaafkan orang lain merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam, sehingga disebut sebagai amalan orang yang bertaqwa. Mengingat pentingnya amalan inilah, maka saling-memaafkan ini menjadi sebuah tradisi, budaya, atau kebiasaan umum kaum Muslimin di Indonesia pada saat merayakan hari raya idul fitri. Tentunya kebiasaan ini sangat baik, namun akan menjadi lebih baik jika memaafkan orang lain juga dilakukan setelah ramadhan atau idul fitri.
Ciri keempat orang bertaqwa yaitu walladziina fa’aluu faahisyatan au dzolamuu angfusahum dzakarullaha fastagfaruu lidzunuubihim. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.
Orang yang bertaqwa bukan berarti orang yang tidak berbuat dosa ataupun kekhilafan, orang bertaqwa pasti juga pernah melakukan perbuatan dosa ataupun kesalahan, namun orang bertaqwa ketika dirinya berbuat dosa, langsung mengingat Allah kemudian memohon ampun atas dosa-dosa yang dilakukannya. Sesuai juga dengan sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
“Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah ialah orang yang banyak bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi, hasan).
Islam pun mengajarkan kepada umatnya agar tidak putus asa untuk meminta ampunan kepada Allah SWT. Andaipun dosa-dosa kita sebanyak lautan, ketika kita memohon ampunan kepada Allah, in sy’a Allah akan Allah ampuni selama bukan dosa-dosa perbuatan syirik.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dialah Allah yang menerima taubat dari hamba-hamba Nya, dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (QS. Asy-Syura: 25).
Ciri kelima orang bertaqwa yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 133-136 ini adalah wa lam yusirruu ‘alaa maa fa ‘aluu wa hum ya’lamuun. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Orang bertaqwa adalah orang yang akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak melakukan suatu perbuatan dosa yang sudah diketahuinya. Seperti sebuah pepatah “orang yang pandai tidak akan pernah jatuh ke dalam lubang sama untuk yang kedua kalinya”. Sehingga, orang bertaqwa juga adalah orang-orang selalu berhati-hati baik itu dalam pikirannya, tutur katanya, maupun perilakunya, agar tidak tidak terjerumus dalam perbuatan dosa atau maksiat.
Itulah ciri-ciri orang yang bertaqwa termaktub dalam surat Ali Imron ayat 133-135. Pertama, berinfaq pada saat keadaan lapang maupun sempit. Kedua, menahan amarahnya. Ketiga, memaafkan kesalahan orang lain. Keempat, jika berbuat dosa atau perbuatan keji, langsung memohon ampunan kepada Allah. Serta kelima, tidak mengulangi perbuatan kejinya.
Dan apa balasan bagi orang-orang bertaqwa? Jawabannya ada dalam ayat berikutnya yaitu ayat 136.
[136] Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.
Tentu saja, kita semuanya berharap setelah menjalani dan melewati bulan ramadhan ini, dapat menjadi orang-orang yang bertawa seperti yang tadi disebutkan. Dan kita juga berdo’a semoga tidak termasuk ke dalam orang-orang yang berpuasa, tapi puasanya hanya mendapatkan lapar, haus, dan cape saja.
Hari raya idul fitri yang kita rayakan bersama hari ini, sering disebut sebagai hari di mana kita semua kembali kepada fitrah atau kesucian, sebagaimana bayi yang baru lahir. Fitri atau fitrah memang seringkali diartikan oleh masyarakat sebagai suci. Namun, fitri atau fitrah tidah hanya mengandung arti suci saja. Dalam bahasa Arab, fitri atau atau fitrah ini juga dapat berarti iradatul khalqi atau kehedak penciptaan. Seperti yang terdapat dalam surat Ar-Ruum ayat 30.
Fa aqim waj haqa lid diini hanifaa fitrotallahil latii fatoron naasa ‘alaiha. Laa tabdiila li holqillah.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam) sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.
Semua yang diciptakan oleh Allah di alam semesta ini bergerak sesuai dengan apa yang dikendaki oleh Allah SWT. Matahari terbit dari timur tenggelam dari barat. Matahari ada pada siang hari, sedangkan bulan ada pada malam hari. Hujang, angin, panas, dingin, semuanya berjalan sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Manusia, sebagai salah satu makhlauk ciptaan Allah, juga harus bergerak dan berjalan sesuai dengan keingin Allah SWT. bagaimana supaya kita, sebagai manusia ini, berjalan, bergerak hidup sesuai dengan keinginan Allah SWT? Jawabannya cukup sederhana, kita harus hidup dengan ajaran-ajaran Islam. Kita harus kembali kepada Islam, Islam yang tidak hanya dijadikan sebagai identitas di KTP saja atau sebagai gelar aja, tapi Islam yang jadikan sebagai pedoman dan panduan hidup kita semua, mulai dari pendidikan, ekonomi, budaya, hukum, sampai dengan politik.
Tentu saja, dalam tulisan yang singkat ini, tidak bisa disampaikan semua ajaran-ajaran Islam. Tapi dalam kesempatan yang berbahagia ini, setidaknya ada dua ajaran pokok dalam Islam. yang harus disampaikan. Pertama adalah rukun iman, dan kedua adalah rukun Islam.
Rukun bisa diartikan sebagai sesuatu yang harus diadakan atau dilakukan, dan tidak boleh ditinggalkan. Misalnya rukun sholat adalah membaca al-fatihah, ketika ada orang yang shalat tapi tidak membaca al-fatihah, maka sholat orang tersebut tidak sah, karena tidak melaksanakan salah satu rukun shalat. Hal ini berlaku juga pada rukun iman dan rukun Islam.
Rukun Iman itu ada enam, yaitu iman kepada Allah, malikat Allah, kitab Allah, hari kiamat dan iman kepada qodo dan kodar. Jika saja dari keenam rukun iman ini, ada satu yang belum kita imani, maka bisa jadi keislaman kita sesungguhnya sudah hilang di mata Allah.
Rukun Islam itu ada 5. Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji bagi yang mampu. Maka kalau kita semua ingin dianggap sebagai seorang Muslim dimata Allah SWT, maka rukun-rukun Islam semuanya itu harus kita laksanakan. Jika ada satu dari lima rukun Islam itu ada yang ditinggalkan secara sadar, misalnya tidak melaksanakan shalat lima waktu, tidak shaum, tidak membayar zakat, maka bisa jadi kita sebenarnya bukan seorang Muslim di hadapan Allah.
Selain rukun-rukun iman dan rukun Islam yang harus dikerjakan oleh kita semua, ada juga hal-hal yang harus kita tinggalkan dalam hidup ini. Karena perbuatan-perbuatan ini memang dilarang oleh Allah SWT. Di antaranya, musyrik atau menyekutukan Allah dengan sesembahan yang lain, minum khamar atau minuman keras beralkohol, berjudi, berzina, melawan orang tua, membunuh, mencuri, dan lain sebagainya.
Tentu saja, melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan Allah, memang bukanlah sesuatu yang mudah, tapi juga bukanlah sesuatu yang sulit. Kuncinya, adalah kita semua harus kembali mempelajari ajara-ajaran Al-Islam dengan sempurna dan baik, mengamalkannya, dan mengajarkannya. Kemudian, setelah itu membuat sebuah kumpulan, yang di dalamnya terdapa orang-orang yang mau untuk menjadi sholeh dan sholehah, agar tercipta satu lingkungan yang akan membuat orang dekat kepada Allah SWT.
Inilah hakikat kemenangan Islam. Kemenangan Islam adalah ketika semua manusia tunduk dan patuh kepada Allah, Rosul-Nya, dan Islam. Kemenangan Islam adalah ketika semua hukum-hukum Islam itu dilaksanakan oleh semua manusia, dan dijadikan sebagai pedoman, panduan di dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu'alam.
Penulis: Adi Permana Sidik, S.I.Kom
(Disarikan dari khutbah Idul Fitri 1435 H yang disampaikan di Masjid Al-Furqon, Kec. Klari, Kab. Karawang, pada Senin, 28 Juli 2014)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!