“(Tertawa) itu sih lagu lama. Biarin aja, rilis-rilis begituan memang proyek (cari uang) mereka. Intinya mereka hanya phobia dengan Islam,” kata Jakfar Shidik kepada hidayatullah.com, Kamis (30/01/2014).
Seperti diketahui, LSM yang berdiri sejak tahun 2004 itu baru saja merilis “Laporan Tahunan Kebebasan Beragama, Berkeyakinan, atau Toleransi 2013″.
Menurut temuan LSM itu, FPI ditempatkan sebagai peringkat kedua pelaku intoleransi setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Jakfar mengatakan, tak sekali ini saja pihaknya dituding intoleran oleh pihak-pihak yang disebutnya hanya menjalankan proyek deislamisasi.
Deislamisasi sebagaimana dipahami Jakfar adalah aktivitas yang bertujuan menggusur dan menyingkirkan syari’at Islam dari praktik mu’amalah seperti sosial, kultural, ekonomi, hukum, politik, militer, dan tata negara yang dilakukan terprogram secara sistimatis, terencana, terarah, berkesinambungan.
“Dulu juga ada lembaga sejenis mendesak agar FPI, HTI, MUI dibubarkan. Itu tidak mungkin, karena institusi-institusi ini hadir untuk maslahat umat,” kata Jakfar.
Jakfar justru mengaku sangat menyayangkan tindakan The Wahid Institute dan lembaga sejenisnya yang kerap menuding negatif Ormas Islam seperti FPI tanpa sikap keberimbangan dan validitas fakta sama sekali.
Kesimpulan penelitian mereka, kata Jakfar, seringkali hanya berdasar dari pemberitaan media arus utama tentang FPI. Padahal berita bukanlah fakta melainkan opini yang dibangun berdasarkan kebijakan editorial media bersangkutan.
“Penguasa media mayoritas adalah phobia Islam, sehingga media mereka pun mempersepsikan Islam atas apa yang mereka pahami,” kata Jakfar.
“Belajarlah dengan Islam dengan baik, jangan tercekoki dengan definisi tentang HAM ala Barat. Mereka juga musti tahu kewajiban manusia,” tandasnya.*