Selasa, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 3 Desember 2013 18:32 wib
14.924 views
Menyoal Quesioner Ukuran Alat Kelamin
Menyoal Quesioner Ukuran Alat Kelamin
Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
Belum reda wacana Tes Keperawanan beberapa hari yang lalu sempat mencuat, kini public dihebohkan kembali dengan dicantumkannya ukuran kelamin dalam uji kesehatan di sebuah SMP di Sabang, Aceh. Hal ini membuat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bertindak. KPAI meminta Dinas Kesehatan Sabang untuk mencabut formulir itu karena dapat mengandung unsur pornografi.
Dikutip dari theglobejournal.com (Jum’at, 6/09/2013) Komisioner KPAI bidang Pornografi dan Napza, Maria Advianti menjelaskan, pertanyaan yang diajukan dalam quesioner tentang ukuran kelamin sangat tidak masuk akal, jika dikaitkan dengan kesehatan reproduksi.Pendidikan pada kesehatan reproduksi pada anak seharusnya lebih kepada pencegahan dari perilaku seksual yang keliru dan mencegah kekerasan seksual.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun angkat bicara bahwa menengarai ada kesalahan prosedur pembagian quesioner program Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah Lanjutan (PKASL) di sejumlah sekolah di Aceh. Akibat salah implementasi di lapangan, quesioener yang dibagikan digugat lantaran dianggap mengandung konten porno. Menurut Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes Elizabeth Jane Soepardibelum tahu letak kesalahannya dimana. Bisa di tingkat Dinas Kesehatan, Puskesmas atau guru di sekolah.Saat ini masih ditelusuri.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh akan memanggil pihak yang menyebarkan quesioner data kesehatan mengenai ukuran alat kelamin dan payudara di sebuah SMP di Sabang, Aceh. Hal ini dilakukan menyusul banyaknya protes terkait quesioner itu dari masyarakat.Sambil menunggu pemanggilan dan pemeriksaan, Nuh meminta pihak penyelenggara untuk menghentikan penyebaran quesioner untuk mendata kesehatan siswa-siswi sekolah tersebut.Dia sendiri belum mengetahui langsung dari Kementerian Kesehatan terkait program quesioner yang dijalankan di Aceh itu. Ia menyatakan membutuhkan penjelasan terkait hal tersebut.
Tidak Mendidik
Wacana quesioner ini tidaklah pantas. Ada dua halaman dari quesioner itu yang menimbulkan kontroversi karena berisi pertanyaan tentang ukuran kelamin peserta didik.Ada gambar payudara dan alat kelamin pria/wanita. Anak diminta melingkari mana yang sesuai dengan miliknya. Kasusnya memang baru terungkap ketika siswa SMP di Sabang NAD membawa pulang quesioner itu dan orang tuanya kaget melihat isi quesioner tersebut.
Pihak sekolahpun tidak ingin disalahkan atas beredarnya quesioner yang memuat gambar alat kelamin itu. Dengan alasan bukan pihak sekolah yang mengeluarkan, berdalih bahwa quesioner itu milik dinas kesehatan. Bagaimana bisa masalah ini menjadi saling lempar? Bila semua jajaran pendidikan bersungguh-sungguh membangun generasi penerus bangsa dengan berakhlak mulia, Kemendikbud tidak layak hanya berkomentar menyangkal, tidak tahu menahu terhadap program yang berjalan di sekolah-sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Jika alasan pemberlakuan quesioner itu adalah sebagai langkah preventif bagi siswa agar dapat mengetahui kesehatan dirinya sendiri. Apalagi, siswa SMP itu sudah masuk dalam masa pubertas yang memiliki risiko untuk merokok, minuman beralkohol, dan seks di luar nikah.Usia tersebut merupakan periode penting untuk anak mengetahui perkembangan reproduksinya.
Alasan itu jelas terlihat dipaksakan, kehamilan yang tidak diinginkan, seks bebas dan perilaku seksual menyimpang yang banyak terjadi pada remaja seringkali dijadikan alasan perlunya pendidikan seks yang disebut pendidikan kesehatan reproduksi, bahkan dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan.Bila dicermati justru ini menimbulkan masalah baru, seperti:
Pertama, Kesehatan reproduksi disampaikan dengan alasan HAM, yang diusung oleh kaum liberal. Setiap individu adalah pihak yang paling berhak dan bertanggungjawab atas tubuhnya sendiri. Dengan kata lain bahwa setiap individu harus tahu apa yang akan terjadi pada tubuhnya. Berhak melakukan apa saja (asal tahu saja) contohnya jika melakukan seks bebas bisa terjadi kehamilan, dan risikonya, apa individu siap dengan semua resiko itu?
Kedua, Kesehatan reproduksi disampaikan jauh dari takwa, bahwa setiap individu harus taat pada hukum syara’ dari Sang Pencipta Allah Subhanahu Wa Ta’aala. Termasuk penanaman pemahaman tentang halal dan haram agar tidak terjerumus pada lembah dosa dan konsekuensinya ketika individu manusia menentukan pilihan amalnya melakukan perbuatan halal atau haram
Ketiga, kesehatan reproduksi tidak membuat remaja paham untuk tidak melakukan seks bebas, justru akan semakin penasaran untuk mencobanya. Kemajuan teknologi yang terus memaparkan pornografi, gaya hidup liberal dan perilaku di lingkungan yang jauh dari Islam. Ditambah informasi dalam kesehatan reporoduksi ini juga menyertakan langkah alternatif bagaimana agar mengurangi resiko seks bebas. Misalnya penanaman pemahaman agar tidak hamil dengan menghindari masa subur, agar tidak terkena HIV dengan menggunakan kondom dan lain-lain. Bukankah justru ini akan menjadi pendorong remaja melakukan seks bebas?
Jadi jelaslah bahwa kesehatan reproduksi ini tidak pantas dan tidak layak disebut pendidikan, karena pendidikan seharusnya menjadikan individu lebih baik dan berkarakter mulia, tapi kesehatan reproduksi remaja malah memperburuk kondisi remaja.
Peran Keluarga
Dari penjelasan di atas, apakah programquesioner tersebut sesuai dengan agama, adat budaya, bahkan kebutuhan masyarakat itu sendiri? Remaja sebagai objek kesehatan reproduksi, dengan dalih seks aman karena mereka sering diimagekan terkategori pelaku seks berisiko, sejatinya di luar akal sehat. Bukankah seharusnya yang lebih aktif secara seksual adalah kalangan dewasa yang menikah? Jika remaja dipandang pelaku seks aktif, itu sama saja dengan membenarkan pemahaman yang berkembang di masyarakat tentang tindakan zina di kalangan remaja yang memang marak dilakukan. Seharusnya zina diberantas.
Melihat kondisi ini perlu juga dukungan nilai-nilai Islam dalam pendidikan di tengah-tengah keluarga agar pendidikan reproduksi menjadi bagian dari tugas keluarga dalam mendidik anak-anak yang beranjak baligh menuju dewasa. Anak-anak juga harus dibekali standar kehidupan agar senantiasa menjadikan konsep halal-haram sebagai pertimbangan dalam berperilaku. Di samping itu, negara menjamin keberlangsungannya dengan sistem penjagaan aqidah, sistem pergaulan, serta sistem sosial agar sesuai dengan Syari’at Islam. Jika pun ada keperluan pemeriksaan medis yang mendetil, itu hanya dilakukan jika memang benar-benar diperlukan. Apalagi jika ada indikasi lembaga pemerintahan yang memiliki jaringan komersial dengan para pemilik modal, data pribadi dari quesioner semacam ini bukan tidak mungkin untuk disalahgunakan demi kepentingan kapitalistik. Wallahu A’lam Bis-Shawaab
-------
Biodata Penulis untuk Redaksi :
Nama : Henny ( Ummu Ghiyas Faris)
E-mail : ummughiyas@gmail.com
Web Site : www.ummughiyas.blogspot.com
Aktivitas : Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!