Kamis, 21 Jumadil Awwal 1446 H / 10 Juni 2010 16:25 wib
14.735 views
Kesalahan Menamakan Kufur Kecil Dengan Kufur Amali
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Nabi terakhir yang tiada seorang nabipun sesudahnya.
Sesungguhnya kekufuran terbagi menjadi dua, amali (amal) dan i'tiqadi (keyakinan). Masing-masing dari keduanya bisa menjadi kufur akbar (besar) dan kufur asghar (kecil). Sujud kepada berhala, menginjak mushaf, dan semisalnya termasuk kufur amali akbar. Sedangkan meyakini adanya sekutu bagi Allah dalam mencipta, memberi rizki, menghidupkan, dan mematikan termasuk kufur i'tiqadi akbar.
Kesalahan yang sudah umum dan diikuti banyak orang, tetapi sebagian orang tidak mendengar keterangan selainnya: yaitu menjadikan kufur amali sebagai sebutan untuk kufur asghar dan menjadikan kufur i'tiqadi identik dengan kufur akbar.
Jelas bahwa perkataan ini membawa kepada paham irja'. Konsekuensi menyebut kufur amali sebagai kufur asghar sedangkan i'tiqadi sebagai kufur akbar maka akan membatasi kekufuran hanya terjadi dengan i'tiqadi saja. Inilah ruang lingkup perkataan kaum murji'ah dalam segala tingkatannya. Walaupun ada juga orang yang menggunakan perkataan ini, dengan menamakan kufur amali sebagai kufur i'tiqadi jika termasuk kufur akbar, karenanya dia menyebut orang sujud kepada berhala sebagai orang kafir dengan kekufuran i'tiqadi karena sujudnya kepada berhala itu walaupun tidak meyakini dengan i'tiqad kufur. Ini hanya pertentangan dalam lafadz sementara maknanya adalah benar.
Sebab kesalahan ini adalah karena menyamakan antara nifak dan kekufuran dalam pembagian ini. Sesungguhnya nifak terbagi menjadi dua sebagaimana kekufuran: Pertama, nifaq amali yang merupakan nifak asghar (kemunafikan kecil). Kedua, nifak i'tiqadi yang merupakan nifak akbar (kemunafikan besar).
Berkata dusta, ingkar janji, khianat jika mendapat amanat, dan berlaku curang dalam perselisihan, semuanya termasuk tanda-tanda nifak amali yang dikhawatirkan pelakunya telah terjerumus ke dalam nifak i'tiqadi.
Sedangkan nifak i'tiqadi adalah seperti yang telah Allah sebutkan tentang kaum munafikin generasi awal yang memiliki keyakinan kufur seperti orang yang meyakini bahwa Allah menelantarkan agama-Nya dan pemeluknya serta tidak menolong mereka. Sedangkan kaum musyrikin akan berhasil menghancurkan kemuliaan Islam dan menumbangkannya. Contoh lainnya sebagaimana keyakinan mereka yang membenci Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan memusuhinya serta contoh lain yang semacam itu.
Nifak pada dasarnya urusan hati, kalau kenifakan nampak dalam amal maka merupakan kemurtadan dan kufur yang jelas . . .
Sebab perbedaan antara nifak dan kufur dalam pembagian ini, bahwa nifak amali selama-lamanya akan tetap nifak asghar yang berbeda dengan kufur amali. Adalah nifak pada dasarnya urusan hati, kalau kenifakan nampak dalam amal maka merupakan kemurtadan dan kufur yang jelas, walau terkadang pelakunya dinamakan munafik disebabkan karena ia menyembunyikan kekufuran.
Dari sini nampak perbedaan antara munafik dengan nifak. Nifak tidak terjadi kecuali dengan i'tiqad. Adapun munafik, kekufuran yang ia sembunyikan dalam i'tiqadnya disebut nifak, jika dia menampakkan sebagian dari kekufurannya tidak lagi dinamakan kenifakan, tetapi dinamakan kufur yang jelas, walaupun gelar munafik masih disandangnya karena fundamen agamanya dibangun di atasnya, yaitu dia menyembunyikan kekufuran, begitu juga karena dia menyembunyikan sebagian kekufuran walau menampakkan sebagian yang lain.
Nifak tidak terjadi kecuali dengan i'tiqad. Adapun munafik, kekufuran yang ia sembunyikan dalam i'tiqadnya disebut nifak, jika dia menampakkan sebagian dari kekufurannya tidak lagi dinamakan kenifakan, tetapi dinamakan kufur yang jelas, . .
Seandainya ada orang berkata ada kenifakan amali yang akbar, maka kita tanyakan padanya, "Apa itu nifak amali akbar?" Pasti dia tidak bisa memberikan contoh kecuali dengan kekufuran yang dhahir yang bukan kenifakan. Jika dia menampakkan kenifakannya dan memperdengarkannya kepada manusia maka yang ia nampakkan adalah kekufuran dhahir yang disertai pengakuan.
Jika orang munafik terkadang menampakkan kekufuran hatinya kepada kaum munafikin seperti dia, karena kepercayaan dan keyakinaan kepada mereka, dan boleh jadi meluncur satu kalimat dari lisannya yang didengar oleh seseorang atau dengan kalimat kiasan, maka dalam masalah ini berada di antara dua hal: Jika nampak dan terbukti kekafirannya maka dia seorang kafir yang tidak diragukan. Dan jika nampak samar dan tidak terbukti maka dia dihukumi sesuai dengan yang di batinnya, karena dominasi kenifakannya.
Dari sini tidak bisa pembagian nifak amali terpecah menjadi nifak akbar dan asghar secara pasti. Oleh karennya, nampak perbedaan antara kufur yang bisa terjadi dengan hati, lisan, dan amal perbuatan dengan kenifakan yang tidak terjadi, pada dasarnya, kecuali dengan hati.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kekufuran terbagi menjadi empat:
• Kufur amali asghar, seperti mecela nasab dan meratapi kematian.
• Kufur amali akbar, seperti sujud kepada berhala dan bekerjasama dengan kaum kafir dalam memerangi kaum muslimin.
• Kufur i'tiqadi asghar, seperti mahabbah syirkiyah (cinta yang syirik) kepada selain Allah yang tidak sampai kepada beribadah kepadanya, ini termasuk syirik besar.
• Kufur i'tiqadi akbar, seperti meyakini empat bintang kutub yang menjalankan alam semesta dan mengatur segala persoalan.
Dan kenifakan terbagi menjadi tiga macam:
• Nifak amali: semuanya masuk kategori nifak asghar, seperti tentang tanda-tanda kenifakan yang disebutkan dalam hadits.
• Nifak i'tiqadi asghar, seperti kecintaan hati kepada selain Allah, kecintaan yang syirik namun tidak sampai menjadikannya kafir karena tidak menampakkannya dalam amal.
• Nifak i'tiqadi akbar, sebagai keyakinan orang munafikin yang telah disebutkan di depan, seperti keyakinanya bahwa Allah tidak akan menolong agamanya, mereka membenci Allah, agama-Nya, dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Semoga shalawat dan salam terlimpah kepada Rasulullah, besera keluarga, dan para sahabatnya . . Wallahu a'lam. . . (PurWD/voa-islam)
* Disadur dari kitab Masaa-il fi al-I'tiqaad, karya Farhan bin Masyhur al-Ruwaili.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!