Ahad, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 19 Oktober 2014 13:00 wib
45.951 views
Oh No! Indonesia Menjadi Destinasi Wisata Seks Dunia!
SUARA PEMBACA:
Lilis Holisah, Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma'had al-Abqary Serang - Banten
Sahabat Voa-Islam
Indonesia menjadi salah satu destinasi wisata seks dunia. Cukup mengagetkan dan mengerikan mengingatkan mayoritas penduduknya adalah muslim, dimana dalam ajaran Islam, seks diluar pernikahan adalah sesuatu yang diharamkan. Namun inilah realitas yang ada di depan mata.
Menurut Kepala polisi Federal Australia, Chris Sheehan mengungkapkan pelaku pedofilia bule mendekati para pengemis untuk memuaskan nafsu seksnya. Para pengemis ini berasal dari desa, mereka pergi ke kota karena himpitan ekonomi. Lebih lanjut Chris mengungkapkan bahwa himpitan ekonomi menjadi pintu utama bagi para penderita pedofil untuk mendekati korbannya.
Chris melanjutkan, kebanyakan pengemis ini berasal dari Karangasem dan daerah sekitar pegunungan. Biasanya, lanjut Chris mereka pergi ke kota untuk menjadi pengemis, penjual pernak-pernik atau pemijat di sebuah spa. Selanjutnya, anak-anak tersebut disuruh melakukan kegiatan seksual dengan imbalan rupiah. Seperti, Lina (12 tahun) sseorang pengemis yang mengaku bertemu dengan pelaku pedofilia beberapa tahun lalu. Lina mengaku himpitan ekonomi menjadi alasan utama dirinya pergi ke kota. Seorang 'bule' datang dan menjanjikannya pekerjaan setelah ia lulus sekolah dasar. Jelas Lina yang dilansir dari laman Smh.com.au, Ahad (12/10). Kendati, saat ditanya jenis pekerjaan yang dijalani, Lina menolak untuk menjawab. Yang pasti kehidupan Lina berubah saat dirinya bertemu bule tersebut di sekitar jalan Kuta.
Kapitalisme Biang Keladi
Kehidupan saat ini yang serba sempit banyak yang akhirnya membuat manusia berpikir pragmatis. Karena tidak tahan menghadapi himpitan ekonomi, orang-orang yang lemah imannya akan melakukan apapun demi melanjutkan kehidupan, tidak peduli lagi halal atau haram.
Kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang diadopsi oleh banyak negeri di dunia telah melahirkan jurang kesenjangan antara si miskin dan si kaya yang sangat dalam. Kesenjangan ekonomi yang sangat nyata ini melahirkan angka kemaksyiatan yang tinggi. Pelaku perampokan, pencurian, korupsi, bandar narkoba, perzinaan, pembunuhan, dan lainnya adalah buah dari penerapan ideologi kapitalisme. Bahkan anak-anak menjadi korban dari pelaku pedofilia. Sungguh mengerikan.
Kapitalisme hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, dengan pengerukan kekayaan alam yang diserahkan pengelolaannya kepada asing. Sehingga harta hanya beredar kepada orang-orang yang kaya saja. Yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya. Kapitalisme menyerahkan kekayaan umum kepada swasta, padahal sejatinya kekayaan umum adalah milik rakyat, alhasil rakyat dimiskinkan oleh sistem. Kapitalisme tidak fokus pada distribusi kekayaan. Bagaimana agar kekayaan itu merata, dapat dirasakan oleh rakyat umum, kapitalisme tidak mempedulikan hal tersebut. Maka jadilah kesenjangan ekonomi kian lebar diantara rakyat.
Kesenjangan ekonomi tersebut lah yang pada akhirnya memicu tindak kriminalitas dan kemaksyiatan lainnya. Menjajakan diri menjadi pekerja seks komersil adalah hal biasa dalam alam kapitalisme. Begitupun ketika kemiskinan menyeret orang untuk menjadi pengemis dan pekerjaan lainnya yang dianggap bisa menyambung hidup tanpa peduli lagi harga diri dan martabat dirinya, adalah suatu kewajaran dalam kehidupan kapitalisme. Mereka akhirnya menjadi korban dan budak nafsu bejat pelaku pedofilia pun tidak peduli lagi, asalkan kondisi ekonomi bisa lebih baik.
Islam Berantas Pedofilia
Pelaku pedofilia yang marak akhir-akhir ini memang banyak dari kalangan ekspatriat (bule). Mereka mengincar anak-anak jalanan, pengemis yang bisa dengan mudah ditipu dengan sejumlah rupiah.
Persoalan ini membutuhkan solusi komprehensif agar bisa menyelesaikan kasus maraknya pedofilia ini secara tuntas.
Negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja yang luas bagi para kepala keluarga, sehingga persoalan ekonomi, pemenuhan kebutuhan keluarga terselesaikan. Negara juga menjamin kebutuhan pokok masyarakat, pendidikan, kesehatan. Dengan jaminan tersebut para ibu-ibu akan fokus terhadap pendidikan anak, memantau dan menjaga anak-anaknya, tidak lagi disibukkan mencari penghasilan untuk membantu ekonomi keluarga yang menguras tenaga, pikiran dan waktu serta mengabaikan peran domestiknya. Anak-anak pun terjaga, terlindungi dalam pengasuhan keluarga serta tidak juga menjadi sibuk membantu ekonomi keluarga yang rentan menjadi anak jalanan dan rentan menjadi korban pedofilia.
Negara semestinya tidak membiarkan merajalelanya anak-anak terlantar seperti anak-anak jalanan yang rentan menjadi korban fedofilia. Negara memiliki kekuatan yang bisa memaksa siapa saja yang mampu untuk mengurus anak-anak tersebut. Jika tidak ada yang mampu, Negara berkewajiban menyediakan tempat khusus yang aman dan nyaman serta pengasuh yang bertanggung jawab untuk mengurus anak-anak tersebut.
Negara memiliki kewajiban menjaga suasana iman di tengah-tengah masyarakat. Negara berkewajiban membina warga Negara agar senantiasa bertaqwa dan memahami hukum-hukum agama. Pembinaan bisa dilakukan di sekolah, di masjid, ataupun di perumahan-perumahan. Pembinaan ini bisa mencetak para ulama yang akan membantu Negara dalam menyebarkan dakwah.
Pembinaan ini akan mencetak individu-individu dan masyarakat yang bertaqwa. Dengan modal ketaqwaan inilah, seorang individu akan tercegah untuk melakukan tindak kejahatan dan masyarakat mejalankan fungsi sosialnya untuk mencegah munculnya kejahatan.
Negara juga memiliki kewenangan untuk mengatur arus informasi di masyarakat. Informasi yang beredar di masyarakat harus dalam pengawasan Negara, meski media dalam negeri diberikan kebebasan untuk menyebarkan berita, tetapi media dalam negeri terikat aturan untuk memberikan pendidikan bagi masyarakat, menjaga aqidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di masyarakat. Sementara media luar negeri atau arus informasi yang datangnya dari luar, Negara akan memantau seluruh informasi yang akan masuk. Konten yang mengandung pemikiran dan hadharah (peradaban) yang bertentangan dengan aqidah dan nilai-nilai Islam akan dilarang masuk. Dengan mekanisme ini, konten pornografi, homoseksual, budaya kekerasan akan tercegah masuk ke dalam negeri.
Negara juga memiliki kewenangan untuk mengatur kurikulum sekolah. Kurikulum yang diberlakukan adalah kurikulum yang bertujuan membentuk kepribadian Islam bagi siswa. Sementara kurikulum yang bertentangan dengan aqidah akan dilarang diajarkan. Kurikulum berbasis aqidah ini diberlakukan di semua sekolah, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Sementara sekolah asing dilarang keberadaannya di dalam wilayah Negara. Dengan demikian pendidikan akan menghasilkan out put berkualitas khoiru ummah skala generasi, dan ulul albab dalam skala individu.
Negara memiliki kewajiban untuk mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan hukum-hukum yang datang dari Sang Pencipta (Hukum Islam). Aturan ini bertujuan untuk mengelola naluri seksual laki-laki dan perempuan serta mengarahkannya untuk mencapai tujuan penciptaan naluri ini yaitu melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Karena itu, pernikahan dipermudah, bahkan negara wajib membantu para pemuda yang ingin menikah namun belum mampu secara materi.
Sebaliknya, kemunculan naluri seksual dalam kehidupan umum dicegah. Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menutup aurat, menahan pandangan, menjauhi ikhtilat (interaksi laki-laki dan perempuan) yang diharamkan, dan seterusnya. Dengan metode ini, aurat tidak dipertontonkan dan seks tidak diumbar sembarangan. Terbiasanya orang melihat aurat perempuan dan melakukan seks bebas, akan membuat sebagian orang kehilangan hasrat seksnya dan mereka membutuhkan sesuatu yang lain untuk membangkitkannya. Muncullah kemudian penyimpangan seksual seperti pedofilia. Inilah yang dihindarkan dengan penerapan aturan pergaulan sosial dalam Islam.
Jika berbagai upaya pencegahan yang sudah dilakukan oleh Negara belum juga berhasil mencegah munculnya pelaku pedofilia, Negara harus menerapkan hukum sanksi bagi siapa saja yang melanggar. Negara harus menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku pedofilia. Pemerkosa dicambuk 100 kali bila belum menikah, dan dirajam bila sudah menikah. Penyodomi dibunuh. Termasuk juga melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan dikenai denda 1/3 dari 100 ekor unta, atau sekitar 750 juta rupiah, selain hukuman zina (Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal 214-238).
Negara berkewajiban memfasilitasi rehabilitasi dan memberikan penanganan secara khusus bagi anak korban fedofilia sampai tuntas. Sehingga trauma pada anak akan hilang dan mereka dijauhkan dari kemungkinan menjadi pelaku fedofilia baru nantinya.
Negara melarang masuknya berbagai faham yang bertentangan dengan aqidah Islam seperti liberalisme, sekulerisme, homoseksualisme dan sejenisnya dari manapun. Termasuk dari media massa, buku-buku, bahkan dari orang asing yang masuk sebagai turis atau pedagang. Bila mereka melanggar, maka akan dikenakan sanksi terhadap pelakunya berdasarkan hukum Islam.
Penerapan hukum secara utuh dan total oleh Negara, akan menyelesaikan masalah pedofilia secara tuntas. Anak-anak akan tumbuh menjadi generasi terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia yang akan memimpin peradaban mulia dan gemilang. Mereka akan tumbuh dengan aman dan memiliki pemikiran yang sehat tanpa ada trauma dan dendam kesumat. Mereka akan tumbuh menjadi calon-calon pejuang, pemimpin masa depan untuk peradaban gemilang.
Semua itu hanya akan terwujud ketika seluruh aturan Islam diterapkan oleh Negara, Negara yang dimaksud adalah Khilafah Islamiyah ‘alaa minhajin Nubuwwah.
Wa Allahu 'alam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!