Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 7 Juni 2010 11:00 wib
28.444 views
Prinsip Islam (41) : Ibadah Tidak Sesuai Sunnah Akan Tertolak
Kita meyakini bahwa petunjuk terbaik adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara muhdats (perkara-perkara baru dalam agama tanpa berdasar dalil). Dan setiap perkara muhdats dalam Islam yang tidak sesuai dengan sunnah akan tertolak. Adapun amal ibadah yang paling disenangi oleh Allah adalah yang paling ikhlash dan paling shawab/benar (sesuai dengan tuntunan Rasulullah).
Allah Ta'ala berfirman,
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Qashash: 50)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
"Siapa saja yang membuat perkara baru yang tidak ada tuntunanya dalam agama kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Al-Bukhari: 2697)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa' rasyidin yang datang sesudahku. Gigitlah ia dengan gerahammu. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang muhdats (perkara baru dalam urusan dien), karena seburuk-buruk urusan dalam dien adalah yang muhdats. Dan setiap perkara baru dalam dien adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan al-Haakim)
Ikhlash dan benar yang menjadi syarat diterimanya amal ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110) Maksudnya hendaknya beramal dengan ikhlas untuk Allah dan benar sesuai dengan syariat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Keduanya merupakan rukun amal yang diterima, yaitu ikhlas dan benar.
Allah Ta'ala berfirman,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." (QS. Al-Mulk: 2) amal terbaik adalah yang paling ikhlash dan paling shawab/benar.
Sedangkan orang yang beribadah tanpa disertai dua syarat di atas, maka ibadahnya akan tertolak. Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata, "Beramal tanpa ikhlas dan mengikuti Sunnah laksana musafir yang memenuhi tempat minumnya dengan pasir, sangat memberatkannya dan tidak memberinya manfaat." (PurWD/voa-islam.com)
Tulisan Terkait:
* Iman Sebagai Syarat Sah dan Diterimanya Ibadah
* Perbedaan Ahli Tauhid Dengan Musyrik (1)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!