Selasa, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 25 Mei 2010 19:47 wib
19.018 views
Apakah Menyusui Orang Dewasa Menjadikannya Mahram ?
Perselisihan ulama mengenai menyusui orang dewasa apakah menjadikannya mahram atau tidak ?
Alhamdulillah washolatu wassalamu 'alaa Rasulillah wa ba'du:
Pertama: penyusuan yang memahramkan tidak mesti dengan menyusu dari payudara secara langsung, bahkan seandainya menuangkan susu kedalam wadah lalu diminum oleh bayi, maka itu termasuk penyusuan yang dianggap sah menurut pendapat jumhur ulama.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Imam Syafiie berkata: (Assa’uth seperti penyusuan, demikian juga Al-Wajur)
Makna Assa’uth: yaitu menuangkan air susu kedalam hidungnya dari wadah atau yang lainnya. Dan Al-wajur: yaitu menuangkan kedalam tenggorokannya tidak dari payudara.
Dan ini pendapat Assya’bie, Atsauri, dan pengikut rasio. Dan pendapat Malik mengenai Alwajur.
Kedua: kemahraman tidak wujud dengannya. Ini pendapat yang dipilih Abu Bakar, dan madzhab Dawud dan pendapat Atha’ Al-Khurasani dalam Assa’uth, karena ini bukan penyusuan, karena Allah Ta’alaa dan Rasul-Nya hanya memahramkan penyusuan.
Terwujudnya kemahraman dengan kedua hal tersebut berdalilkan dengan hadits:
عن ابن مسعود عن النبي صلى الله عليه وسلم : (لا رضاع إلا ما أنشز العظم , وأنبت اللحم) رواه أبو داود .
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ( tidak ada penyusuan kecuali yang menguatkan tulang, dan menumbuhkan daging) HR Abu Dawud.
Karena dengan ini air susu bisa sampai sebagaimana dengan menyusu, dan dengan ini bisa menghasilkan tumbuhnya daging dan kuatnya tulang sebagaimana dengan menyusui secara langsung, maka wajib disamakan dari segi pemahraman, selesai nukilan dari Al-Mughni (8/139) dengan beberapa editan.
Dan dikatakan dalam “Al-Kafi” (5/65): “ Apabila dituangkan susu dalam wadah sekali tuang, atau beberapa kali tuang, kemudian diminumkan kepada anak kecil sebanyak lima kali, maka itulah lima kali susuan, dan jika diminumkan satu kali, maka itu satu susuan, karena pertimbangannya adalah berapa kali anak itu minum, karena pemahraman ditetapkan dengan itu, maka dipertimbangkan pula apakah itu secara terpisah maupun sekaligus” selesai.
Kedua:
Pemahraman tidak wujud dengan menyusui lelaki dewasa, menurut pendapat Jumhur ahli fikih, karena penyusuan yang diakui adalah dalam masa dua tahun.
Imam Turmudzi (1072) dan Ibnu Majah (1936) telah meriwayatkan dari Ummu Salamah radhiallahu anha berkata: Ralulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( لَا يُحَرِّمُ مِنْ الرِّضَاعَةِ إِلَّا مَا فَتَقَ الْأَمْعَاءَ فِي الثَّدْيِ ، وَكَانَ قَبْلَ الْفِطَامِ )
( Penyusuan tidak memahramkan kecuali yang membelah usus dari payudara, dan dilakukan sebelum disapih)
Abu Isa At-Turmudzi berkata: ini hadits yang hasan shahih, dan diamalkan oleh mayoritas ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan lainnya bahwa penyusuan tidak memahramkan kecuali sebelum umur dua tahun, adapun setelah dua tahun maka sama sekali tidak memahramkan. Dan hadits diatas dishahihkan oleh Sheikh Albani dalam Shahih Turmudzi.
Imam Bukhari (2453) dan Muslim (1455) meriwayatkan dari Aisyah radhiallhu anha berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangiku dan ketika itu ada seorang laki ditempatku lalu beliau berkata: Ya Aisyah, siapa ini ? aku berkata: saudaraku sesusuan.
( يَا عَائِشَةُ ، انْظُرْنَ مَنْ إِخْوَانُكُنَّ ، فَإِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنْ الْمَجَاعَةِ ) .
Beliau berkata: ( Ya Aisyah, lihatlah siapa saudara-saudara kalian, karena penyusuan hanyalah karena kelaparan).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari: maknanya: telitilah apa yang terjadi apakah itu penyusuan yang benar sesuai syaratnya: seperti terjadi dizaman penyusuan, dan kadar susuan, karena hukum yang timbul karena penyusuan hanyalah apabila penyusuan dilakukan sesuai syaratnya.
Al-Muhallab berkata: maknanya: perhatikanlah apa yang menyebabkan persaudaraan ini, karena pemahraman karena sesusuan diwaktu kecil sehingga penyusuan dapat menutupi rasa lapar.
Abu Ubaid berkata: maknanya bahwa orang yang lapar dan makanan yang mengenyangkannya adalah susu dari penyusuan bukan ketika makanannya selain dari penyusuan.
Perkataan beliau: (penyusuan hanyalah karena kelaparan) dalam hal itu terdapat alasan yang mengharuskan kita memusatkan perhatian dan pikiran, karena penyusuan menetapkan nasab dan menjadikan yang menyusu sebagai mahram. Dan perkataan beliau: ” karena kelaparan” yakni penyusuan yang menetapkan pemahraman dan membolehkan khalwat adalah ketika yang menyusu adalah anak kecil yang kelaparannya ditutupi dengan air susu, karena lambungnya masih lemah dan air susu mencukupinya, dan dengan itu dagingnya tumbuh sehingga dia menjadi bagian dari wanita yang menyusuinya, sehingga dia bersama-sama dengan anak-anaknya dari segi kemahraman, seolah-oleh beliau berkata: tidak ada penyusuan yang diakui kecuali yang menghilangkan kelaparan, atau mengenyangkan dari kelaparan” selesai.
Ada beberapa atsar dari shahabat radhiallahu anhum yang menunjukkan bahwa menyusui lelaki dewasa tidak berpengaruh, diantaranya:
1- Telah datang riwayat dari Abu Athiyah Al-Wadi’ie berkata: seseorang datang kepada Ibnu Mas’ud lalu berkata: bahwa ketika itu aku bersama istriku kemudian air susunya mengalir dari payudaranya kemudia aku mulai menghisapnya kemudia memuntahkannya lalu aku mendatangi Abu Musa dan menanyakannya, maka dia berkata: dia menjadi mahrammu. Dia berkata: lalu dia bangun dan kamipun bangun bersamanya menuju Abu Musa dan berkata: apa yang kamu fatwakan kepada ini ?
Lalu dia memberitahukannya tentang fatwanya maka Ibnu Mas’ud memegang tangan lelaki tersebut dan berkata: apakah kamu menganggap ini penyusuan ? sesungguhnya penyusuan hanyalah yang menumbuhkan daging dan darah, maka Abu Musa berkata: jangan kalian bertanya kepadaku tentang sesuatupun selagi orang alim ini diantara kalian. Diriwayatkan oleh Abdur-Razzaq dalam Al-Mushannaf (7/463 no: 13895).
Dan Abu Dawud (2059) meriwayatkannya dari Ibnu Mas’ud dengan lafaz: ( tidak ada susuan kecuali yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging. Maka berkata Abu Musa: jangan kalian bertanya kepada kami sedang orang alim ini diantara kaian) dishahihkan oleh Sheikh Albani dalam shahih Abu Dawud.
2- Imam Malik meriwayatkan dalam Muwatha’ (2/603) dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar radhiallahu anhu berkata: ( tidak ada susuan kecuali bagi yang menyusui diwaktu kecil, dan tidak ada susuan bagi orang dewasa).
3- Imam Malik juga meriwayatkan dalam Muwatha’ dari Abdullah bin Dinar bahwa dia berkata: datang seseorang kepada Abdullah bin Umar dan saya bersamanya di gedung pengadilan menanyakan tentang susuan dewasa, maka Abdullah bin Umar berkata: seseorang datang kepada Umar bin Khattab dan berkata: sesungguhnya aku memiliki budak perempuan dan aku menggaulinya lalu istriku dengan sengaja menyusuinya, lalu aku memasukinya dan dia berkata: menjauhlah, Demi Allah aku telah menyusuinya. Maka Umar berkata: pukulah istrimu dan datangi budak perempuanmu, karena penyusuan adalah untuk anak kecil. Dan sanadnya shahih.
Oleh karena itu Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam “Al-Mughni” (8/142): “termasuk syarat pemahraman susuan dalam waktu dua tahun. Dan ini pendapat mayoritas para ulama, diriwatkan hal itu dari Umar, Ali, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah. Dan para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selain Aisyah. Dan pendapat itu diambil oleh Sya’bie, Ibnu Syubrumah, Auza’ie, Syafi’ie, Ishaq, Abu Yusuf, Muhammad, Abu Tsaur dan salah satu riwayat Malik dan diriwayatkan darinya: Jika melebihi sebulan boleh, diriwayatkan juga dua bulan.
Abu Hanifah berkata: penyusuan dapat memahramkan selama masa tiga puluh bulan, berdasarkan firman Allah: ( dan mengandungnya dan menyapihnya selama tiga puluh bulan) , kehamilan yang dimaksud bukan kehamilan, karena masanya dua tahun maka jelas bahwa yang dimaksud kehamilan disini dalam masa penyapihan.
Zufar mengatakan: masa penyusuan tiga tahun.
Dahulu Aisyah menganggap menyusui orang dewasa memahramkan . dan pendapat ini diriwayatkan dari Atha’ dan Al-Laits, dan Dawud” selesai
Ada yang mengambil pendapat yang lain, yaitu pengaruh penyusuan kepada orang dewasa: Aisyah dan Hafsah radhiallahu anhuma, dan diriwayatkan dari Ali radhiallhu anhu dengan sanad yang lemah. Dan Imam Thabari menisbatkan pendapat ini kepada: Abdullah bin Zubair radhiallahu anhu, Qasim bin Muhammad dan Urwah. Dan ini juga pendapat Atha’ dan Laits bin Sa’ad dan Ibnu Hazm, dan dinisbatkan kepada Dawud Adhohiri juga. Dan Ibnu Muwaz dari kalangan Malikiyah juga condong kepadanya. Lihat Fathul Bari (9/148).
Ketiga:
Para ulama yang berpendapat bahwa menyusui orang dewasa dapat berpengaruh berdalilkan dengan riwayat Muslim (1453):
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها أَنَّ سَالِمًا مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ كَانَ مَعَ أَبِي حُذَيْفَةَ وَأَهْلِهِ فِي بَيْتِهِمْ فَأَتَتْ تَعْنِي ابْنَةَ سُهَيْلٍ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : إِنَّ سَالِمًا قَدْ بَلَغَ مَا يَبْلُغُ الرِّجَالُ ، وَعَقَلَ مَا عَقَلُوا ، وَإِنَّهُ يَدْخُلُ عَلَيْنَا ، وَإِنِّي أَظُنُّ أَنَّ فِي نَفْسِ أَبِي حُذَيْفَةَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا . فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَرْضِعِيهِ تَحْرُمِي عَلَيْهِ ، وَيَذْهَبْ الَّذِي فِي نَفْسِ أَبِي حُذَيْفَةَ ، فَرَجَعَتْ فَقَالَتْ إِنِّي قَدْ أَرْضَعْتُهُ فَذَهَبَ الَّذِي فِي نَفْسِ أَبِي حُذَيْفَةَ .
Dari Aisyah radhiallahu anhu bahwa Salim bekas budak Abu Hudzaifah sedang bersama Abu Hudzaifah dan keluarganya dirumah mereka lalu datanglah putri Suhail kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: Sesungguhnya Salim telah baligh sebagaimana mestinya kaum laki, dan memahami seperti mereka paham, dan dia memasuki kami, dan saya mengira bahwa ada perasaan yang mengganggu pada Abu Hudzaifah , maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: susuilah dia sehingga menjadi mahramnya, dan menghilangkan perasaan yang mengganggu pada Abu Hudzaifah, lalu dia kembali dan berkata: Saya telah menyusuinya dan telah hilang perasaan yang mengganggu pada Abu Hudzifah.
وفي رواية لمسلم أيضا : (فقالت : إنه ذو لحية . فقال : أرضعيه يذهب ما في وجه أبي حذيفة) .
Dan dalam riwayat Muslim juga: (lalu dia berkata: bahwa dia berjenggot. Maka Rasulullah berkata: susuilah dia sehingga menghilangkan perasaan yang mengganggu Abu Hudzaifah).
Ketika itu Abu Hudzifah telah menganggap Salim sebagai anak angkat, yaitu sebelum turun pengharaman mengambil anak angkat.
Hadits tersebut tidak menjelaskan bagaimana Salim menyusu, Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarah Muslim: “perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (susuilah dia) Al-Qadhi berkata: barangkali dia memeras susunya dan meminumkannya tanpa menyentuh payudaranya dan tidak bersentuhan kulit mereka.
Dan inilah yang dikatakan Qadhi Hasan, barangkali dimaafkan menyentuhnya karena diperlukan sebagaimana dikhususkan penyusuan ketika dewasa, Wallahu A’lam” selesai.
Aisyah radhiallahu anha dan Hafsah juga telah mengambil hadits ini, dan tidak menganggapnya khusus bagi Salim, sedangkan para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain enggan menerimanya.
Imam Muslim (1454) telah meriwayatkan dari Ummu Salamah radhiallhu ‘anhu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu berkata: seluruh istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam enggan memasukkan seseorang dengan penyusuan seperti itu, mereka berkata kepada Aisyah: Demi Allah kami tidak melihat ini melainkan rukhsah yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Salim saja, maka tidak seorangpun memasuki kami dengan penyusuan seperti ini, dan kami belum pernah melihat seperti itu.
Abu Dawud (2061) telah meriwayatkan dari Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Ummu Salamah bahwa Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah bin Abdu Syams telah mengangkat Salim sebagai anak dan menikahkannya dengan putri saudaranya Hindun binti Walid bin ‘Utbah bin Rabi’ah dan dia (Salim) adalah bekas budak seorang wanita kaum Anshar, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam telah mengangkat Zaid sebagai anak, ketika itu siapa saja yang mengangkat seseorang menjadi anaknya dizaman jahiliyah maka orang itu dinisbatkan kepadanya dan diberikan warisannya, sampai Allah Subhanahu wa Ta’alaa menurutkan dalam hal itu: (panggilah mereka kepada bapak-bapak mereka) sampai firmanNya: (maka mereka adalah saudara-saudara seagama bagi kalian dan maula-maula kalian) maka mereka dinisbatkan kepada bapak-bapak mereka sendiri, lalu jika tidak diketahui bapak kandungnya maka dia maula dan saudara seagama baginya, lalu datanglah Sahlah binti Suhail bin ‘Amru Al-Quraisy Al-‘Amiry yaitu istri Abu Hudzaifah, dia berkata: Ya Rasulullah dahulu kami menganggap Salim adalah anak kami, dia tinggal bersamaku dan Abu Hudzaifah dalam satu rumah, dia dapat melihatku, lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan mengenai mereka seperti yang anda tahu, maka bagaimana pendapat anda dalam hal ini? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: susuilah dia, lalu dia menyusuinya lima kali susuan, sehingga kedudukannya seperti anak susuannya, dengan itulah ‘Aisyah memerintahkan putri-putri saudari dan saudaranya untuk menyusui sebanyak lima kali susuan orang yang suka dilihat ‘Aisyah dan memasukinya meskipun sudah besar, kemudian memasukinya, namun Ummu Salamah dan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain enggan untuk memasukkan seseorang karena penyusuan seperti itu sampai menyusu diwaktu penyusuan dan mereka berkata kepada ‘Aisyah: Demi Allah kami tidak tahu barangkali hal itu merupakan rukhsah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk Salim saja.
Dan hadits diatas dishahihkan oleh Sheikh Albani dalam Shahih Abu Dawud.
Jumhur ulama telah menjawab bahwa hadits Salim ini khusus untuknya, sebagaimana perkataan para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau hukumnya telah mansukh.
Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menggabungkan antara dua pendapat, dan memilih bahwa menyusui orang dewasa tidak berpengaruh dan tidak diakui, kecuali jika diperlukan.
As-shan’ani rahimahullah berkata dalam “ Subulus Salam” (2/313): “dan yang paling baik adalah menggabungkan antara hadits Sahlah dan yang menyelisihinya: perkataan Ibnu Taimiyah, yaitu beliau berkata: menyusui anak kecil dianggap sah kecuali jika diperlukan seperti menyusui orang dewasa yang tidak bisa dihindari masuknya kepada wanita dan sulit berhijab darinya, seperti keadaan Salim dengan istri Abu Hudzaifah, maka orang dewasa seperti ini jika disusui karena diperlukan maka penyusuannya berpengaruh. Adapun selain itu, maka harus diwaktu kecil.selesai.
Maka menggabungkan antara hadits-hadits yang ada baik, dan mengamalkan seluruhnya tanpa menyelisihi dhahirnya dengan pengkhususan, nasakh, atau membatalkan apa yang telah diakui secara bahasa dan berdasarkan redaksi hadits-hadits tersebut” selesai.
Cara menggabungkan antara hadits-hadits ini juga pendapat Ibnu Qayyim rahimahullah, beliau berkata: “ini lebih utama dari nasakh, dan dari klaim pengkhususan bagi orang tertentu, dan lebih dekat untuk mengamalkan seluruh hadits dari dua sisi. Dan disaksikan oleh kaidah-kaidah syar’ie. Semoga Allah memberikan taufikNya. Selesai dari “Zaadul Maad” (5/593).
Keempat: adapun yang difatwakan kebanyakan ulama kontemporer, bahwa menyusui orang dewasa tidak memahramkan, ini yang difatwakan Sheikh Bin Baaz rahimahullah, dan Lajnah Daimah, dan menganggap bahwa hadits Salim khusus untuknya.Lihat: Majmu’ Fatawa Sheikh Bin Baaz” (22/264), Fatawa Lajnah (21/41,102).
Dan Sheikh Utsaimin rahimahullah memilih bahwa hadits Salim tidak dikhususkan untuknya, akan tetapi diberlakukan kepada siapa yang keadaannya menyerupai keadaan Salim, dan ini tidak mungkin sekarang, karena anak angkat telah diharamkan Allah Ta’alaa, dan dengan ini pendapat ini sesuai dengan pendapat jumhur ulama bahwa menyusui orang dewasa sekarang tidak dapat memahramkan.Beliau mengatakannya dalam “ Syarhul Mumti’” (13/435, 436).
Dan pendapat inilah yang kuat dengan mengamalkan seluruh hadits-hadits yang ada. Wallahu A’lam.
(ar/voa-islam)
http://www.islamqa.com/ar/ref/85115
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!